Ketua Lesbumi: Kebudayaan Satukan Bangsa Indonesia yang Beragam
Kam, 3 November 2022 | 16:59 WIB
KH Jadul Maula, Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat menjadi pembicara pada Forum Agama G20 (Forum R20) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (03/11/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Nusa Dua, NU Online
Leluhur Indonesia berasal dari beragam wilayah, mulai pribumi, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa, hingga Afrika. Perbedaan itu tidak menjadikan bangsa Indonesia itu terpecah belah. Sebab, ada satu titik temu yang menyatukan, yaitu budaya.
"Kebudayaanlah yang kemudian bisa menyatukan kami dan membentuk bangsa Indonesia ini sehingga mempunyai falsafah Bhinneka Tunggal Ika," kata KH Jadul Maula, Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara pada Forum Agama G20 (Forum R20) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (03/11/2022).
Kiai Jadul menjelaskan, bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah kesadaran. Dalam pengetahuan leluhur bangsa Indonesia, budi adalah kesadaran yang lahir dari cahaya spiritual.
"Ketika cahaya spiritual ini menyinari jiwa maka dia akan mensucikan dan akan mengangkat jiwa ini untuk menumbuhkan sikap dan perilaku yang selaras dan harmonis dengan sesama manusia, dengan sesama makhluk, dan alam semesta," katanya.
Kebudayaan adalah ilmu leluhur Nusantara yang mendidik manusia untuk menjadi manusia dan menyeimbangkan antara pikiran dan perasaan jasmani dan rohani, pribadi dan masyarakat, dan juga mendekatkan hamba kepada Tuhannya.
Ilmu ini, menurutnya, tidak diajarkan melalui pengajaran tetapi bekerja melalui praktik dan perilaku. Ungkapan di dalam leluhur, ngilmu itu kalakone kanti laku, ilmu ini bisa terwujud melalui praktik dan pengamalan.
Oleh karena itu, bisa dilihat jejak-jejak dari praktik ini melalui banyak sekali ekspresi-ekspresi kesenian di dalam candi-candi, arsitektur-arsitektur, dan praktik-praktik kebudayaan lainnya.
"Kebudayaan inilah yang menyatukan kami dan dalam pengertian seperti ini, kebudayaan semestinya mendahului dan melandasi praktik dan perilaku beragama," jelasnya.
Sebab, tanpa didasari oleh keutuhan manusia, kesatuan jiwa, dan spirit manusia maka praktik keberagamaan bisa bersifat destruktif dan merusak. Hal ini mengingat kehilangan rasa kemanusiaan dan rasa keterikatannya dengan lingkungan, serta rasa kesatuannya dengan seluruh alam semesta.
Bagian yang paling penting dari kebudayaan adalah ekologi. Bagian dari ekologi adalah pohon. Sebagaimana ayat-ayat Tuhan yang turun dari langit, ayat-ayat Tuhan juga lahir dan muncul dari di dalam alam semesta ini dan di dalam diri setiap manusia.
"Demikian pula pohon-pohon. Tidak hanya tumbuh di atas bumi, tapi di langit dan diri manusia," kata Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak, Yogyakarta itu.
Oleh karena itu, Forum R20 mengajak sejumlah tokoh agama untuk melakukan penanaman pohon pusaka dan pohon mustika di kawasan Puja Mandala, Bali. Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia (LMD) Syekh Mohammed Al-Issa turut ambil bagian dalam hal ini.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Syaifullah Ibnu Nawawi
Terpopuler
1
Kronologi Kecelakaan Maut Kereta Api Vs Kijang Rombongan Keluarga Pesantren Sidogiri
2
Cek Live Streaming Indonesia U-23 Vs Guinea U-23, Rebutkan Tiket Terakhir Olimpiade 2024
3
Khutbah Jumat: Urgensi Ukhuwah Insaniyah di Tengah Kehidupan
4
Lembaga Falakiyah PBNU Instruksikan Rukyatul Hilal Awal Dzulqa'dah 1445 H Sore Ini
5
Lembaga Falakiyah PBNU Ikhbarkan 1 Dzulqa’dah 1445 H Jatuh pada Jumat 10 Mei 2024
6
Khutbah Jumat: Larangan Keras Menelantarkan Anak
Terkini
Lihat Semua