Nasional

Ketua GP Ansor Tegaskan Dunia Harus Bangun Keseimbangan Baru

Kam, 29 Oktober 2020 | 02:00 WIB

Ketua GP Ansor Tegaskan Dunia Harus Bangun Keseimbangan Baru

Tangkap layar Ketua GP Ansor H Yaqut Cholil Qumas dalam seminar ' 'Islam Rahmatan lil Alamin, Pancasila and The Commission on Unalienable Rights', Rabu (28/10)

Jakarta, NU Online
Berbagai masalah yang melanda dunia dewasa ini memperlihatkan dinamika yang sangat memprihatinkan. Bahkan, mengarah kepada instabilitas global yang sangat berbahaya. Untuk itu, dunia harus membangun keseimbangan baru.
 

Demikian dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor H Yaqut Cholil Qoumas dalam seminar internasional yang diselenggarakan GP Ansor bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Hotel Bidakara Jakarta, pada Rabu (28/10) pagi.

 

Acara yang terselenggara untuk memperingati Hari Santri dan Sumpah Pemuda ini bertajuk 'Islam Rahmatan lil Alamin, Pancasila and The Commission on Unalienable Rights: Preserving and Strengthening A Rules-Based Internasional Order In The 21st Century Founded Upon Shared Civilizational Values'.

 

Kegiatan ini juga diselenggarakan secara virtual dan ditayangkan secara langsung melalui Kanal Youtube Gerakan Pemuda Ansor dan BPIP RI. 

 

"Untuk menjamin perdamaian dan harmoni di tengah silang kepentingan yang tak terelakkan, keseimbangan baru itu harus mewujud dalam tatanan yang didasarkan atas aturan-aturan yang disepakati bersama (rules-based order)," ungkap Gus Yaqut, demikian ia akrab disapa.

 

Tatanan semacam itu, lanjutnya, pada gilirannya membutuhkan konsensus mengenai nilai-nilai keadaban bersama (shared civilizational values).


 
"GP Ansor melihat, wacana tentang Unalienable Rights (Hak-hak yang tidak dapat dicabut) yang dicetuskan oleh Sekretaris Pompeo sangat penting untuk dikembangkan sebagai salah satu unsur utama di dalam nilai-nilai keadaban bersama yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia," ujarnya.
 


Menurut Gus Yaqut, bangsa Indonesia, bahkan sebelum adanya Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang ditetapkan PBB pada 1948, telah menegaskan aspirasi untuk kesetaraan hak dan martabat di antara bangsa-bangsa dan individu-individu di dalam Pembukaan UUD 1945. 

 

Ia kemudian menyebutkan poin yang dimaksud itu. 'Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan'.

 

"Hal ini menempatkan kita dalam alur cita-cita yang segaris dengan aspirasi yang terkandung di dalam hasil kajian dari Komisi tentang Hak-hak Yang Tak Dapat Dicabut (Commission on Unalienable Rights) itu," katanya.


 
Ia menjelaskan, sebagai bangsa yang sedari awal sadar terbentuk dari beragam suku, agama, ras, budaya dan bahasa, para pendiri bangsa Indonesia menggali nilai-nilai yang bersumber dari kemajemukan pandangan masyarakat.

 

"Termasuk nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan menyepakati Pancasila sebagai titik temu yang merekatkan serta mempersatukan  perbedaan-perbedaan itu," katanya.

 

Gus Yaqut menjelaskan, Pancasila memuat pengakuan terhadap hak asasi manusia dan mengedepankan nilai-nilai untuk menjaga dan melindungi hak asasi manusia tersebut.

 

Selain itu, imbuhnya, Pancasila juga mengakui kebebasan beragama yang tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain juga mengedepankan nilai-nilai untuk menumbuhkembangkan rasa hormat dan kerja ama antarpemeluk agama yang berbeda. 

 

"(Kemudian) menumbuhkan kerukunan antarumat beragama, dan menumbuhkan rasa saling menghormati kebebasan beribadah yang sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing," terang Gus Yaqut.


 
Gus Yaqut menambahkan, Pancasila mengakui harkat dan martabat manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan warna kulit.

 

"Pancasila mengedepankan nilai-nilai untuk mengembangkan sikap saling menyayangi dan saling toleransi," tutur Gus Yaqut.

 

"Ada kunci penting di sini, yakni empati. Empati adalah salah satu kunci penting dalam memajukan hak asasi manusia," tambahnya.
 

GP Ansor memandang bahwa Pancasila tidak hanya mengedepankan pembinaan sikap adil terhadap sesama dan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai untuk menghormati hak orang lain.

 

"(Dan) mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan serta gotong royong," jelasnya. 

 

Dengan begitu, ujar Gus Yaqut, Pancasila tidak hanya mengakui bahwa bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai untuk mengembangkan rasa hormat dan kerjasama dengan bangsa lain.
 

Dikatakan Gus Yaqut, bahwa dengan menyadari dinamika global yang sangat memprihatinkan dan pentingnya keseimbangan baru mewujud dalam tatanan yang didasarkan atas aturan-aturan yang disepakati bersama, maka pada 2017 di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, GP Ansor mengumumkan 'Deklarasi Gerakan Pemuda Ansor tentang Islam untuk Kemanusiaan (Humanitarian Islam)'.

 

Deklarasi tersebut berisi peta jalan untuk membangun gerakan global menuju terwujudnya peran nyata Islam dalam memberi jalan keluar bagi berbagai masalah kemanusiaan di abad ini. 

 

"Deklarasi itu kemudian disusul dengan apa yang disebut sebagai Manifesto Nusantara yang ditetapkan GP Ansor pada 2018 di Yogyakarta dan seruan kepada dunia yang dalam Hari Sumpah Pemuda Ke-92 hari ini sangat relevan,” katanya.

 

Ia lantas mengutip kembali Seruan Nusantara GP Ansor.

Seruan Nusantara

Kami mengajak semua pihak yang memiliki kehendak baik dari semua agama dan kebangsaan untuk bergabung bersama membangun konsensus global untuk mencegah dijadikannya Islam sebagai senjata politik, baik oleh Muslim maupun Non-Muslim, dan memupus maraknya kebencian komunal, melalui perjuangan untuk mewujudkan tata dunia yang ditegakkan di atas dasar perhormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia.

 

Sebagai informasi, seminar ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona H Laoly, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid, Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Try Soetrisno, dan Sekretaris Dewan Pengarah BPIP Wisnu Bawa Tenaya.

 

Sementara yang tampil sebagai pembicara adalah Menko Polhukam Mahfud MD,  Dewan Pengarah BPIP Rikard Bagun, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti.

 

Ada pula tokoh internasional yang tampil sebagai pembicara. Beberapa di antaranya adalah perwakilan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Mary Ann Glandon (Ketua Commision on Unalienable Rights) dan F Cartwright Weilnad (Commission on Unalienable Rights).

 

Kemudian Ketua Umum PP GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas, Utusan Khusus Centrist Democrat International Cesar Rossello, Utusan GP Ansor untuk PBB, Amerika dan Eropa C Holland Taylor, serta Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Luar Negeri Kemenlu RI Siswo Pramono.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan