Kudus, NU Online
Pernah suatu ketika Sayidina Utsman bin Affan merasa malu kepada Nabi Muhammad. Perasaan malu itu justru membuat Sayyidina Utsman memborong seluruh barang dagangan yang dilelang pedagang dari Syam. Kisah ini disampaikan oleh KH Sya’roni Achmadi pada Pengajian Tafsir Al-Qur’an di Masjid Al-Aqsho Menara, Kudus, Kamis (15/6).
“Ceritanya, dulu ketika waktu sholat Jumat dimulai rombongan pedagang dari Syam datang. Itu menyebabkan mayoritas umat Islam lari dan memilih ikut lelang dagangan daripada khutbah Nabi Muhammad SAW,” tutur Kiai Sya’roni mengawali cerita.
Akibatnya, jamaah atau sahabat yang ikut khotbah dan sholat jumat tinggal 12 orang. Seketika itu Sayyidina Utsman merasa malu karena umat lebih memilih dagangan daripada khutbah Nabi.
“Dalam kondisi seperti itu, Sayyidina Utsman langsung ikut lelang dan menawar dengan harga tertinggi,” lanjut Kiai Sya’roni.
KH Sya’roni menjelaskan setiap harga yang ditawarkan pedagang dan disetujui sahabat lain ditawar lebih oleh Sayyidina Utsman. Misalkan harga kain 10 juta Sayyidina Utsman berani membeli 11 juta.
“Kemudian sampai pada harga tertinggi akhirnya Sayyidina Utsman menang lelang. Seluruh barang dagangan terbeli oleh Sayyidina Utsman,” katanya.
Selanjutnya, semua sahabat yang kalah lelang itu meminta agar Sayyidina Utsman mau menjual beberapa kepada para sahabat yang tidak mendapat barang dagangan. Permintaan itu dituruti dengan syarat mau membeli sepuluh kali lipat dari harga belinya.
Sahabat-sahabat yang meminta itu semua tidak berani membelinya. Lalu Sayyidina Utsman bilang jika mau dijual sendiri. Namun, yang terjadi Sayyidina Utsman justru memanggil para fakir miskin dan membagikan barang yang dibeli itu kepada mereka.
“Kok malah ngundang fakir miskin? Oo, dijual kepada Gusti Allah,” ujar Mbah Sya’roni seolah-olah menirukan kata sahabat.
Setelah membagikan itu Sayyidina Utsman berkata kepada sahabat yang tadi ikut lelang. “Memalukan, hanya karena barang dagangan kalian sampai tega meninggalkan khotbah Nabi Muhammad,” kata Mbah Sya’roni menirukan dalam bahasa Jawa.
Pasca kejadian itu setiap waktu sholat jumat tiba para sahabat tidak ada yang berani meninggalkan Khotbah Nabi Muhammad lagi. Kisah ini disampaikan sebagai penjelasan hadits Ana khodimul khaya’ wa Utsman babuha. Artinya Saya (Nabi Muhammad) adalah gudangnya perasaan malu dan Utsman adalah pintunya.
Kisah ini sekaligus menjadi dasar ijtihad madzhab Imam Syafi’i dalam qoul qodim bahwa batas minimal jumlah jamaah sholat jumat adalah 12 orang. Begitu juga menurut madzhab Malikiyah. Namun hukum itu oleh Imam Syafi’I dalam qoul jadid berubah menjadi 40 orang minimal.
“Keterangan Qoul Qodim maksudnya adalah ucapan Imam Syafi’i sebelum memasuki daerah Mesir. Sedangkan Qoul Jadid adalah setelah Imam Syafi’I masuk daerah Mesir. Masing-masing beda hukumnya,” terang Mbah Sya’roni. (M. Farid/Fathoni)