Jakarta, NU Online
Ribuan madrasah yang berada di pelosok negeri belum bisa menyesuaikan diri dengan dinamika pendidikan modern saat ini.
Direktur Kurikulum, Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Achmad Umar mengungkapkan fakta, di daerah-daerah terpencil masih banyak madrasah yang berlantai tanah dan beratap ijuk.
“Jangankan fasilitas pendukung yang pokok saja belum memadai,” katanya pada acara Rakornas Pendidikan Islam Kementerian Agama di Hotel Mercure, Jakarta, Kamis (15/3) lewat keterangan tertulisnya kepada NU Online.
Lembaga pendidikan ini menjadi prioritas pihaknya untuk ditingkatkan kualitas fisik dan mutunya. Kementerian Agama kini memiliki instrumen pendanaan dari APBN dan SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional) yang siap digunakan untuk ini.
Tahun ini Kemenag mengalokasikan dana sebesar Rp201 miliar dan akan dilanjutkan tahun 2019 sebesar Rp751 miliar. Dana ini akan terus ditingkatkan hingga sebesar Rp1 triliun hingga tahun 2020.
Sejauh ini Kemenag telah merevitalisasi sejumlah madrasah menjadi sekolah unggulan yang menjadi rebutan pendaftar setiap tahun. Misalnya 20 MAN Insan Cendekia dan madrasah unggulan di banyak kota di Indonesia.
Secara gradual madrasah-madrasah terpencil pun akan disentuh sarana dan prasarananya sehingga dapat meningkat mutu pendidikannya.
Bila dihitung total, untuk mengentaskan madrasah terpencil dari kekurangan sarana prasarana membutuhkan dana sebesar Rp12 triliun yang sekarang sedang diajukan kepada parlemen.
Pada saat yang sama, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan, Suyitno mengungkapkan, kualitas guru juga menjadi pekerjaan yang terus berjalan. Saat ini isunya adalah profesionalisme.
“Ada guru yang menghukum dengan cara menyuruh siswa menjilat WC,” katanya.
Ini menunjukkan masih banyaknya guru yang harus ditingkatkan kompetensinya. “Selain materi pendidikan, guru juga harus dibekali kecerdasan sosial dan kepribadian,” katanya. (Red: Fathoni)