Nasional

Kaleidoskop 2022: RKUHP Disahkan dengan Sejumlah Pasal Bermasalah

Jum, 30 Desember 2022 | 11:00 WIB

Kaleidoskop 2022: RKUHP Disahkan dengan Sejumlah Pasal Bermasalah

UU KUHP juga berpotensi membungkam lantaran dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik. (Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Salah satu peristiwa yang menyita banyak perhatian publik pada tahun 2022 adalah saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU resmi negara. 


Proses pengesahan ini dilakukan di tengah protes dan penolakan yang masif dari berbagai elemen masyarakat. KUHP yang dinilai banyak memuat pasal bermasalah itu disahkan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta pada Selasa, 6 Desember 2022.


NU Online merangkum sejumlah pasal bermasalah yang terdapat di dalam RKHUP maupun pada KUHP yang sudah disahkan. Berikut ini sejumlah pasal bermasalah yang dikutip NU Online dalam naskah RKUHP per 30 November 2022 dari situs https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html.


Di antara pasal-pasal yang dinilai bermasalah itu adalah pasal 433 ayat (1) tentang pencemaran nama baik dengan hukuman paling lama sembilan bulan atau denda maksimal Rp10 juta. Kemudian dalam pasal 434 ayat (1) dijelaskan apabila tidak bisa membuktikan tuduhan maka akan dipenjara paling lama empat tahun atau denda maksimal Rp200 juta.


Lalu ada pasal 218 tentang penghinaan terhadap presiden/wakil presiden. Jika kedapatan menyerang kehormatan, harkat, martabat kepala negara akan dihukum dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda maksimal Rp200 juta.


Selain itu, ada pasal 240 ayat (1) tentang penghinaan kepada pemerintah atau lembaga negara. Orang yang di muka umum menghina pemerintah atau lembaga negara akan dipidana 1 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp10 juta. 


Hukuman bagi koruptor pun diturunkan di dalam RKUHP. Hal ini terdapat dalam pasal 603 yang akan menghukum koruptor minimal dua tahun dan paling lama 20 tahun dan denda minimal kategori II dan paling banyak kategori VI. Sebelumnya, hukuman koruptor diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 dengan pidana minimal 4 tahun dan denda Rp200 juta. 


Sejumlah pasal yang terdapat di dalam UU ITE juga dimuat dalam KUHP. Di antaranya pasal 407 KUHP tentang pornografi, pasal 433-438 KUHP tentang pencemaran, pasal 243 KUHP tentang penghinaan terhadap golongan penduduk, pasal 332 KUHP tentang penggunaan dan perusakan informasi elektronik, dan pasal 258 KUHP tentang penyadapan.


Pasal bermasalah yang lain juga memuat tentang hukuman vonis mati yang bisa direvisi apabila berkelakuan baik. Hal ini termaktub dalam pasal 100 ayat (4) KUHP yang memberikan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana untuk berbuat baik. Kalau selama 10 tahun berbuat baik, maka hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.  


Tindak pidana yang diancam hukuman mati adalah makar (pasal 191), berkhianat kepada negara saat perang, pembunuhan berencana (pasal 459), pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan korban mati, pelanggaran HAM berat (pasal 598), tindak pidana terorisme (pasal 600), dan gembong narkoba (pasal 610).


Kemudian, berisik di tengah malam dan mengganggu tetangga akan didenda Rp10 juta. Ketentuan ini dimuat dalam pasal 265 yang akan menjerat setiap orang apabila membuat hingar-bingar pada malam hari atau membuat tanda-tanda bahaya palsu.


Berbagai pihak juga menilai bahwa KUHP baru ini akan mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan berekspresi di Indonesia. Antara lain pasal 188 tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. 


Lalu ada pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Kemudian pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. 


Ada juga pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Kemudian pasal 300, 301, dan 302 tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan. Pasal 436 tentang tindak pidana penghinaan ringan, pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran, pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati, serta pasal 594 dan 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

 

Dalam kaitannya dengan pemberitaan pers, Ketua Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Arif Zulkufli menyebut UU KUHP juga berpotensi membungkam lantaran dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik.

 

“Tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi,” kata Arif.

 

Sebagai informasi, KUHP sebelumnya adalah warisan dari masa kolonial Hindia Belanda yang bernama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang berlaku di Belanda sejak 1886.


Kemudian pembahasan untuk memperbarui KUHP telah terjadi sejak era Soekarno. Kemudian berlanjut ke masa presiden-presiden berikutnya, mulai dari Soeharto, BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, Gus Dur, hingga Joko Widodo.


Pembahasan RKUHP juga melewati masa kepemimpinan 19 Menteri Kehakiman atau Menteri Hukum dan HAM. Draf ini kemudian disahkan menjadi UU pada masa Menkumham Yasonna Laoly. Akhirnya, pada 6 Desember 2022, DPR mengesahkan KUHP yang terdiri dari 37 bab dan 624 pasal.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad