Nasional

Iuran BPJS Seharusnya Tidak Naik, PBNU Tawarkan Solusinya

Sel, 7 Januari 2020 | 09:00 WIB

Iuran BPJS Seharusnya Tidak Naik, PBNU Tawarkan Solusinya

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif (Foto: NU Online/Abdullah Alawi)

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya dapat mengalokasikan dana kenaikan cukai rokok untuk menutupi kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), terutama kelas III.

“Seharusnya bahkan pemerintah bisa membayarkan semua iuran kelas III. Jika dirasa memberatkan pemerintah, sebenarnya pemerintah dapat memanfaatkan pajak cukai rokok yang juga naik bersamaan dengan kenaikan iuran BPJS,” katanya kepada NU Online pada Selasa (7/1).

Dari pajak rokok ini, ia menyampaikan, 12-20 persen untuk program membantu perokok yang ingin berhenti merokok, 9 persen untuk mengurangi perokok remaja, serta untuk membiayai program pencegahan dampak rokok terhadap kesehatan lainnya.

Pasalnya, pemerintah harus menambah fasilitas layanan untuk mengurangi antrean, melakukan berbagai upaya untuk mengurangi peserta yang tidak aktif, dan berupaya agar klaim dapat dibayarkan dengan lebih cepat.

Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu juga mengatakan bahwa Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang penyesuaian iuran BPJS terutama untuk kelas III peserta dari mandiri menunjukkan kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat miskin.

Bahkan, hal tersebut, menunjukkan sebuah ironi. Pasalnya, Syahrizal mengatakan pemerintah tidak pro terhadap rakyat miskin terkait pembiayaan kesehatan. Namun, pemerintah juga malah menyerap manfaat pajak besar dari para perokok yang merupakan salah satu faktor beragam penyakit.

“Namun, di sisi lain pemerintah mengambil manfaat pajak yang besar, sekitar 132 Trilyun dari para perokok yang jelas-jelas merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, penyakit kanker paru, penyakit paru menahun, hipertensi, dan penyakit tidak menular lainnya,” jelasnya.

Syahrizal juga menyampaikan bahwa kebijakan universal coverage sudah benar. Akan tetapi, hal tersebut masih perlu upaya perbaikan mutu layanan dan sikap nyata kebijakan pro rakyat dalam bidang kesehatan.

“Hidup sehat adalah hak warga negara dan anggaran kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia Indonesia,” pungkasnya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi