Inti dari syariat Islam termasuk di dalamnya ibadah kurban adalah untuk kemaslahatan.
Ia menyitir statemen Imam Asy-Syathibi dalam kitabnya al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Syarî'ah, "Wadh'u asy-syarâi' innamâ huwa li-mashâlih al-'ibâd fî al-'âjili wa-al-âjili ma'an". Artinya, kontruksi atau bangunan syariat tiada lain untuk kemaslahatan, kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Dalam kerangka kemaslahatan itulah, dalam konteks Indonesa yang majemuk dan pluralis maka relevan dalam hal distribusi kurban ini mengikuti pendapat mazhab Hanafiyah yang menyatakan tidaklah mengapa (boleh) disttibusi kurban diberikan kepada non-Muslim. Pembolehan distribusi kurban kepada non-Muslim ini karena aspek fakirnya atau miskinnya, atau aspek kekerabatan, atau aspek sebagai tetangga, ataupun aspek untuk membuat nyaman hatinya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis.
"Demikian juga dalam hal distribusi kurban dari tempat penyembelihan kurban ke tempat, daerah atau negara lain, yang jaraknya lebih dari masafah qashar (sekitar 90 km) juga boleh, terutama untuk orang-orang yang lebih membutuhkan. Ini mengikuti pendapat Hanafiyah dan Malikiyah," paparnya.
Karenanya dalam kerangka kemaslahatan itu pula, boleh distribusi kurban dilakukan dengan tunda (ala at-tarakhi). Juga daging kurban boleh disimpan, diawetkan, seperti dibuat kornet ataupun dendeng, agar lebih bernilai maslahat.
"Untuk itu, dalam rangka untuk kemaslahatan bangsa maka diperlukan kerja sama semua pihak, agar kurban dapat di-manage dan dikelola dengan sebaik-baiknya," imbuhnya.
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
3
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
4
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
5
PCNU Kota Bandung Luncurkan Business Center, Bangun Kemandirian Ekonomi Umat
6
Rezeki dari Cara yang Haram, Masihkah Disebut Pemberian Allah?
Terkini
Lihat Semua