Nasional

Hari Ibu, Komnas Perempuan Soroti Tingginya Angka Kematian Ibu dan Perkawinan Anak

Jum, 22 Desember 2023 | 15:30 WIB

Hari Ibu, Komnas Perempuan Soroti Tingginya Angka Kematian Ibu dan Perkawinan Anak

Ilustrasi ibu dan anak. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online 

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Hj Maria Ulfa Anshor, menyoroti tantangan besar yang tengah dihadapi perempuan Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Maria melalui sebuah video yang diterima oleh NU Online pada Jumat, 22 Desember 2023, dalam rangka memperingati Hari Ibu yang dirayakan setiap tanggal 22 Desember.


"Sangat membanggakan sekali perempuan-perempuan Indonesia di tempo dulu berhasil memperjuangkan tentang hak-hak perempuan. Tetapi di hari ini, kita masih punya PR cukup panjang terkait dengan kondisi perempuan Indonesia," ungkap Maria.


Pertama, tingginya angka kematian ibu di Indonesia menjadi perhatian serius. Pada 18 Juli 2023 lalu, Biro Pusat Statistik (BPS) merilis data Angka Kematian Ibu (AKI) hasil Long Form Sensus Penduduk (SP) 2020.


Dari laporan tersebut, rata-rata AKI secara nasional adalah 189 dengan rate tertinggi 565 terjadi di Provinsi Papua dan rate terendah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 48. 


Capaian secara nasional tersebut masih memprihatinkan mengingat target Sustainable Development Growth AKI yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) adalah 70 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2030. 


Kedua, tingginya angka perkawinan anak turut berkontribusi pada tingginya kasus stunting dan tingkat kemiskinan di beberapa kabupaten di Indonesia.


Hingga saat ini, perkawinan anak merupakan salah satu masalah sosial yang masih terjadi di Indonesia. Mengutip data UNICEF, pada tahun 2022, prevalensi perkawinan anak di Indonesia adalah 10,7%, atau sekitar 1,8 juta anak perempuan berusia 10-17 tahun yang sudah menikah.


Angka ini masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menetapkan bahwa tidak ada anak yang menikah sebelum usia 18 tahun pada tahun 2030.


Lebih lanjut, Maria menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi isu utama. Kekerasan seksual baik dalam ranah privat, publik, maupun negara, masih menduduki posisi tertinggi. 


Ketua PP Fatayat NU itu berharap gerakan perempuan Indonesia dapat mengadvokasi upaya bersama untuk menghentikan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan demi menciptakan masyarakat yang lebih adil dan aman bagi semua.


"Semoga gerakan perempuan Indonesia bisa nengadvokasi untuk menghentikan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan," tandas Maria.