Nasional TEMUAN SURVEI

Hanya 14,1 Persen Warga Menyatakan Telah Terima Bansos Pemerintah

Sab, 13 Juni 2020 | 01:15 WIB

Hanya 14,1 Persen Warga Menyatakan Telah Terima Bansos Pemerintah

Hanya 14,1 persen warga yang menyatakan telah menerima bantuan sosial pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Jakarta, NU Online

Dari keseluruhan warga yang berhak, hanya 14,1 persen warga yang menyatakan telah menerima bantuan sosial pemerintah terkait penanganan Covid-19. Adapun jenis bantuan sosial terbesar yang didapatkan yaitu dalam bentuk sembako senilai 76,5 persen.

 

Demikian temuan survei yang dilakukan bekerjasama dengan IndoBIG Network, INFID dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) pada 15-31 Mei 2020. Survei dilakukan secara online untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan bantuan sosial selama masa pandemi, dan menggali sikap warga kepada ide kebijakan UBI (Universal Basic Income).  

 

Hasil survei yang dipaparkan dalam diskusi yang diadakan oleh INFID secara daring pekan lalu, disebutkan survei melibatkan 364 responden secara nasional. Tujuan survei ini adalah eksploratif dan untuk memperoleh gambaran awal terkait respon masyarakat terhadap isu yang sedang berkembang (bantuan sosial dan UBI).

 

Survei juga mengungkapkan, berdasarkan asal sumber bantuan, asal bantuan terbesar berasal dari pemerintah pusat yaitu 49,1 persen, diikuti pribadi dan komunitas sebesar 22,6 persen. Khusus responden warga Jakarta, baru 17,5 persen responden yang menyatakan telah menerima Bantuan Sembako senilai Rp600.000.

 

Hasil survei lainnya, sebagian besar warga setuju kepada ide UBI yaitu 50,5 persen. Responden juga cenderung optimis mencapai 58,7 persen kepada kemampuan Negara untuk membiayai kebijakan UBI (sangat mampu dan mampu). Selain itu, sebagian besar warga memilih besaran UBI yaitu Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan.

 

Tim survei menduga ada sedikitnya tiga hal yang menjadi penyebab mengapa warga banyak yang belum menerima Bansos. Pertama, pengiriman aktual bansos terlambat antara 15-20 hari dari yang target waktu pemerintah dan target waktu atau harapan warga. Kedua, bantuan dalam bentuk sembako menyebabkan kendala logistik yang memakan waktu. Padahal jika dalam bentuk tunai akan lebih mudah.

 

Selain itu, ada kendala melakukan update data bansos (DTKS) terlalu digantungkan kepada alur dan mekanisme birokrasi (Pemda). Padahal, bisa diterobos dengan kombinasi berbagai cara.

 

Perempuan dan anak paling terdampak

Mike Verawati dari Koalisi Perempuan Indonesia menyebutkan perempuan, anak, dan kelompok rentan menjadi pihak yang paling terdampak dalam pandemi ini. Keberadaan mereka tidak hanya tersisih dari data penerima Bansos yang memang tidak update, juga jenis bantuan yang diberikan pun tidak memenuhi kebutuhan spesifik sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang berbeda setiap warga negara dalam kategori gender.

 

"Ini membuktikan bahwa Pemerintah belum melihat data gender sebagai acuan untuk merespon kondisi masyarakat yang berbeda-beda, dan masih adanya pemikiran bias dalam memahami prinsip pengarusutamaan gender," kata Mike.

 

Menurutnya, DTKS yang menjadi sumber data bansos harus dirombak dan dimutakhirkan dengan melibatkan masyarakat sipil khususnya aspirasi perempuan. Kemensos dan Bulog perlu membuka diri dalam perbaikan data yang terintegrasi yang bersumber dari data-data yang diinisiasi oleh  kelompok perempuan, termasuk memastikan keterwakilan perempuan dan kelompok rentan dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan bansos.

 

Sementara itu, Yanu Prasetyo dari IndoBIG Network mengungkapkan jenis bantuan sosial berupa sembako yang sangat dominan ini nampaknya menunjukkan bahwa pemerintah lebih memilih jenis bantuan dalam bentuk bahan pangan dibanding dengan bantuan tunai (cash transfer). Padahal, menurut hasil kajian kebencanaan internasional, jenis bantuan tunai di masa krisis sebenarnya bisa jauh lebih cepat, efisien, dan disukai oleh penerima bantuan.

 

Editor: Kendi Setiawan