Daerah

Pesantren Nuris Jember Sudah ‘Buka’, Protokol Kesehatan Diterapkan Ketat

Jum, 12 Juni 2020 | 05:00 WIB

Pesantren Nuris Jember Sudah ‘Buka’, Protokol Kesehatan Diterapkan Ketat

Sebelum ada wabah Covid-19, santri Nuris memang terbiasa berolahraga seperti dalam gambar ini. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Gelombang santri yang kembali ke pondok di Jember, terus terjadi sejak beberapa hari lalu. Salah satunya adalah santri Nuris (Nuris Islam), Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur.


Bahkan pesantren yang terletak di enam kilometer ke arah timur laut alun-alun kota Jember itu, sudah membuka diri bagi kembalinya santri sejak tanggal 6 Juni 2020 lalu. Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Nuris, Lora Robith Qashidi, sesuai dengan keputsan PWNU Jawa Timur bahwa terkait dengan waktu kembalinya santri, kewenangan berada di  tangan masing-masing pengasuh pesantren.


“Ini sudah agak telat. Biasanya santri kembali itu dimulai sejak Syawal tanggal 10,” ujarnya kepada NU Online di Nuris, Jember, Jumat (12/6).


Menurut Ra Robith, sapaan akrabnya, santri kembali ke pondok memang harus disegerakan. Sebab, santri tidak bisa berlama-lama di rumah (libur). Mereka juga butuh kegiatan dan berinteraksi dengan rekan-rekan, pengasuh dan ustadznya. Selain itu, mereka juga rindu untuk mengaji kitab, dan sebagainya.


“Mereka jenuh juga terus di rumah. Jadi kami buka kembali pesantren agar santri bisa rileks sambil belajar,” jelasnya.


Alumnus  Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir itu menekankan pentingnya santri untuk segera kembali ke pondok dan memulai pelajaran. Sebab jika berlama-lama di rumah dikhawatirkan semangatnya untuk kembali ke pondok, tergerus karena sudah terbiasa dilayani hidup di rumah.


“Intinya santri memang lebih baik di pondok,” jelasnya.


Walaupun demikian, kembali ke pondok dalam situasi seperti ini, memang tak sepenuhnya  santri bisa ‘bebas’. Sebab, masih harus mematuhi protokol kesehatan. Jangan sampai terjadi karena ingin belajar tapi  mengabaikan protokol kesehatan. Justru aspek kesehatan perlu didahulukan.


“Prinsipnya,  tidak boleh terjadi hanya kaena  ingin meraih kebaikan (belajar di pondok) lantas  mengabaikan  keamanan jiwa, misalnya. Jadi yang kami dahulukan adalah keselamatan jiwa,” ucapnya.


Untuk itu, Ra Robith memastikan bahwa protokol kesehatan wajib ditaati para santri. Ini untuk menghindari pesantren sebagai lahan persemaian bibit baru Covid-19. Penggunaan masker bagi kalangan santri, guru, ustadz bahkah pengasuh wajib dilakukan, baik di kelas maupun di luar kelas. Begitu juga, phisycal distancing juga diterapkan baik di bilik maupun di kegiatan sekolah.


“Saat ini, kegiatan untuk sekolah formal masih belum ada karena kami menunggu instruksi dari pemerintah. Tapi kami fokus untuk kegiatan madrasah diniah yang waktunya pagi dan sore,” ucapnya.


Selain Madrasah Diniyah, Nuris juga memiliki sekolah formal, yaitu SMP, SMA, SMK, MTs, dan MA (Madrasah Aliyah). Selama ini, santri Nuris sarat dengan prestasi, baik di level regional maupun nasional. Jumlah santri Nuris saat ini mencapai 3.000 orang lebih. Mereka berasal dari daerah sekitar tapal kuda, Madura, Jakarta, luar pulau Jawa, dan bahkan Thailand .


Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi