Nasional

Hadapi Terorisme Ideologis, Pemerintah Harus Gandeng NU 

Rab, 27 November 2019 | 12:15 WIB

Hadapi Terorisme Ideologis, Pemerintah Harus Gandeng NU 

Foto: Ketua PC GP Ansor Lampung Timur, KH Muhammad Muslih saat menjadi penceramah di Masjid Ad Dakwah Bandung Baru Pringsewu, Lampung (Foto: NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Lampung Timur KH Muhammad Muslih menjelaskan bahwa setidaknya ada dua jenis terorisme yang harus diperangi oleh bangsa Indonesia. Pertama, terorisme ideologis terkait dengan radikalisme dan ekstrimisme. Kedua, terorisme biologis terkait dengan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya (narkoba).

Terorisme ideologis dilakukan oleh kelompok yang menjadikan agama sebagai motif kekuatan dalam gerakannya. Kelompok ini pintar dalam memainkan semangat beragama seseorang dan akhirnya akan memiliki pandangan yang sama dengan misi yang dibawa kelompok tersebut.

Untuk mengatasi jenis terorisme, pemerintah perlu menggandeng ormas seperti NU. Ini penting karena ormas selama ini memiliki kepekaan dalam menghalau ideologi radikal yang ada di masyarakat.

"Pemerintah tak boleh congkak, tak boleh sombong. Tidak bisa permasalahan radikalisme dan terorisme diselesaikan hanya oleh kepolisian, Menko Polhukam, atau Kemenag. Pemerintah harus menggandeng NU," tegasnya pada pelantikan Pengurus NU di Kabupaten Pringsewu, Lampung, Selasa (26/11) malam.

Beda dengan terorisme biologis yang bisa ditangani pemerintah dengan elemen-elemennya, terorisme ideologis harus dilawan bersama-sama sebab kelompok ini pintar mempermainkan narasi bermotif agama. Mereka aktif melakukan propaganda.

Ia mengibaratkan kelompok radikal seperti saat ada 10 orang pergi ke pasar malam bersama-sama. Di pasar malam, ada satu dari mereka yang terpisah dari rombongan. Kemudian orang ini lapor kepada polisi di pasar malam tersebut.

"Pak, sembilan teman saya hilang tersesat. Saya cari kemana-mana nggak ketemu," katanya dan Polisi bertanya kepada orang tersebut dengan siapa dia sekarang. Ia pun menjawab jika dia sekarang sendirian.

"Bukan teman kamu yang tersesat. Tapi kamu sendiri yang tersesat," tegasnya menirukan perkataan polisi itu.

Seperti itulah kelompok minoritas mempropaganda masyarakat. Mereka menuduh kelompok mayoritas di Indonesia tersesat, Indonesia taghut, dan tidak sesuai dengan Islam. Namun merekalah yang sebenarnya tak sadar bahwa apa yang mereka gembar-gemborkan itu bentuk nyata tersesatnya mereka.

Kelompok ideologis yang menyebarkan paham baru seperti khilafah ini lanjutnya merupakan paham yang tidak mengaca pada sejarah. Mereka terus berusaha memutus rantai sejarah untuk mengganti sistem yang sudah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa.

Sehingga menurutnya penting untuk mempertahankam sejarah sebagaimana Nahdlatul Ulama memang peduli dengan peristiwa penting masa lalu. "Oleh karenanya sudah lazim di NU melestarikan sejarah melalu manakib (sejarah kehidupan ulama), barzanji (sejarah kelahiran nabi)," katanya.

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori