Nasional

Habib Anis Sholeh Ba'asyin Ajak Masyarakat 'Kembali ke Negeri Kasih Sayang'

Sen, 21 Desember 2020 | 10:05 WIB

Habib Anis Sholeh Ba'asyin Ajak Masyarakat 'Kembali ke Negeri Kasih Sayang'

Anis Sholeh Ba’asyin dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman 'Negeri Kasih Sayang' Sabtu (19/12). (Foto: Istimewa)

Pati, NU Online
Kenyataan adanya krisis karena pandemi Covid-19 ternyata tak juga membuat orang mampu meredam kegaduhan maupun aksi saling gelut, menjadi fokus bahasan Suluk Maleman Sabtu (19/12) malam kemarin.

 

Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Ngaji NgAllah Suluk Maleman, menengarai bahwa sekarang ini bukan lagi pengetahuan yang memberi kuasa, melainkan kuasalah yang menentukan pengetahuan.

 

"Maka dari itu ketika ada dua kekuatan besar, yang diadukan bukan lagi apa itu kebenaran. Tapi adu kekuatan siapa yang lebih banyak diikuti orang. Jadi ukurannya massa atau banyaknya pendukung," ujarnya.

 

Hal semacam itulah yang kemudian menjadikan sumber masalah, yakni ketika orang menganggap benar itu adalah apa yang diproduksi oleh kekuasaan. Memang, kekuasaan tidak selalu identik dengan pemerintah; tapi dalam banyak hal, pemerintah dan negaralah yang hampir selalu punya akses terbesar dalam mengelola kekuasaan.

 

Menurut Anis, seharusnya ada basis kebenaran yang jelas. Meskipun kebenaran hanya milik Allah, dan yang dibangun manusia selalu mengandung unsur tafsir; karena itu harus ada konsensus bersama berdasar akal sehat tentang apa yang dianggap kebenaran. Tidaklah pantas dalam situasi krisis seperti sekarang ini mempertontonkan sikap adigang, adigung, adiguna, dan memaksakan tafsir kebenarannya sendiri.

 

"Sebagai rakyat, kita juga harus punya kedaulatan. Jangan dengan mudah mengiyakan atau mendukung sesuatu yang kita tidak paham persoalannya. Jangan lupa, kalau kita membenarkan kedzoliman yang dilakukan orang lain, kita akan menanggung dosa yang sama dengan pelakunya," tegasnya.

 

Rasulullah, lanjut dia, tidak diutus untuk membela apa pun kecuali membela kemuliaan manusia. Sementara yang kita lakukan malah sebaliknya, menghinakan dan menzalimi manusia atas nama apa saja. Apa saja yang bisa dimanipulasi untuk menyembunyikan kepentingannya sendiri.


Anis menegaskan bangsa Indonesia dibangun dengan kasih sayang. Namun, sayangnya sekarang ini banyak pihak malah mengisinya dengan kebencian. Banyak yang menyebar kebencian itu lewat pesan berantai di media sosial. Sehingga, orang yang tak tahu apa-apa ikut saling membenci dan saling memusuhi. 

 

"Kembalilah ke jalan kasih sayang, jangan ada kebencian pada siapapun. Karena Allah pun mengasihi manusia. Kalau Allah percaya pada manusia kenapa kita tidak saling percaya," tegasnya.

 

Dia menegaskan rasa kasih sayang sesama manusia adalah bentuk nikmat dari Allah. Ketika nikmat itu dicabut, maka yang tinggal hanyalah azab berupa berkembangbiaknya sikap saling tidak percaya. Hal itu menjadi sumber merebaknya kebencian dan permusuhan di antara manusia.

 

"Nikmat dicabut karena manusia menggeser pusat hidupnya, bukan lagi Allah tapi kepentingan diri, kelompok dan lainnya. Untuk menghindar dari adzab ini manusia harus mengubah ulang pusat hidupnya yakni menuju Allah. Dengan demikian akan menyayangi semua manusia lain sebagai saudara," terangnya.
 

Sujiwo Tejo, budayawan yang turut mengisi Suluk Maleman menyebut bahwa jika merujuk ke Asmaul Husna maka akan jelas bahwa pusatnya adalah di Ar Rahman dan Ar Rahhim

 

"Sudah lama aku yakini, meski asmaul husna yang juga menghimpun sifat yang saling bertolak-belakang, tapi karena pusatnya adalah pada Ar Rahman dan Ar Rahim; maka semua paradoks itu langsung sirna. Sejajar dengan itu, semua orang pun boleh melakukan apa pun yang dia anggap benar, namun semua harus dilakukan berdasar kasih sayang juga. Baik dalam rangka penindakan hukum maupun aksi demonstrasi," jelas Sujiwo Tejo.

 

Sayidina Ali saja memberi contoh luar biasa. Tak jadi membunuh musuhnya karena diludahi. "Beliau takut, tindakannya tidak lagi murni karena Allah, tapi sudah bercampur kebencian," lanjutnya.

 

Dr Abdul Jalil menambahkan, bangsa ini memang tengah memiliki beban bercampur aduk. Mulai dari lini ekonomi, kesehatan, maupun bernegara. Sehingga dibutuhkan para pemimpin yang memiliki empati besar dan tidak tega melihat kesengsaraan masyarakat.

 

Ngaji Suluk Maleman itu pun ramai disaksikan secara daring. Kecuali Sujiwo Tejo dan Dr Abdul Jalil, turut hadir pula Ilyas Arifin sebagai pembicara.

 

Terlihat ribuan orang turut menyaksikan dari berbagai kanal media sosial. Koleksi musik salawat Sampak GusUran juga turut disajikan untuk meramaikan jalannya ngaji virtual tersebut.

 

Editor: Kendi Setiawan