Daerah

Suluk Maleman: Dunia Jadi Kanak-Kanak Kembali

Sen, 23 November 2020 | 12:30 WIB

Suluk Maleman: Dunia Jadi Kanak-Kanak Kembali

Anis Sholeh Ba’asyin dalam Suluk Maleman “Dunia Jungkir Balik” Sabtu (21/11) kemarin. (Foto: Istimewa)

Pati, NU Online
Dalam diri orang yang suka menebar kebencian terdapat sifat kekanak-kanakan. Sifat ini bukan hanya dimiliki oleh orang awam, namun orang yang berpendidikan tinggi pun bisa menunjukkan atau melakukan sifat kebencian ini. Kebencian memunculkan kerawanan perpecahan yang hingga sekarang ini kerap kali ditunjukkan dalam kehidupan masyarakat.


Bahkan penggagas suluk Maleman Anis Sholeh Ba'asyin menilai peradaban saat ini seakan menjadi dunia kanak-kanak. “Bukankah politisi sekarang lebih banyak yang terlihat seperti anak-anak?" sentilnya dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman edisi ke-107, Sabtu (21/11) kemarin.


Ironi ini justru menurutnya banyak terlihat di panggung politik. Banyak partai yang awalnya berangkulan namun keesokannya justru saling bertengkar. Nahasnya, masyarakat kecil justru terbawa dalam permainan itu. Saling lempar batu dan masalah.


“Sementara politisi yang hari ini gelut, besok sudah berangkulan; rakyat masih terbawa gelut. Masih terpecah-pecah. Akankah kita menjadi orang tua yang seperti kanak-kanak?”sesalnya.


Baginya orang yang bermain kepentingan pribadinya tak ubahnya merupakan perilaku kekanakan. Dia melihat betapa peradaban dunia sekarang ini menjadi kanak-kanak.


“Dunia sekarang ini agak sulit dipahami dengan nalar biasa. Akal sehat sudah dikacaukan sehingga banyak orang kehilangan pegangan. Ukuran untuk saling memahami menjadi kabur,”ujarnya pada edisi bertema Dunia Jungkir Balik ini.


Oleh karena itu Anis pun mengajak masyarakat untuk memperbanyak shalawat dan istighfar. sehingga terlindung dan tidak gampang tergelincir.


“Ancaman untuk tergelincir itu saat ini kita rasakan betul. Cara pandang kita sangat dipengaruhi bias orientasi politik, organisasi, kelompok, dan ekonomi. Itulah yang mengendalikan cara kita berfikir, sehingga tak punya independensi, tak punya kedaulatan,” tegasnya.


Dia juga menyayangkan munculnya fenomena kelompok yang merasa paling benar dan menyalahkan orang lain. Padahal sikap menganggap diri paling benar bisa memanipulasi diri sendiri hingga berbuat tak adil.


“Bagaimana pun benar karena berpatokan kebenaran. Bukan benar menurut seseorang. Tidak boleh menyalahkan orang karena bukan dari kelompoknya,” terangnya.


Sementara Ilyas, pengisi Ngaji NgAllah Suluk Maleman lainnya,  menganggap banyak yang sekarang lupa dengan doa dan tuntunan para nabi. Padahal meski telah dijamin masuk surga, para nabi tak pernah mengklaim dirinya sebagai orang yang paling baik. Bahkan tetap berdoa dengan kerendahan hati.


“Perlu diingat, jangan mengatakan diri kita baik atau memaki orang tanpa pernah mengetahui kebenarannya. Apalagi jika sumbernya dari medsos,” tegasnya.


Suluk Maleman malam itu cukup ramai disaksikan secara daring. Terlihat ribuan orang turut menyaksikan dari berbagai kanal media sosial. Koleksi Sampak GusUran juga turut disajikan untuk meramaikan jalannya ngaji virtual tersebut.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan