Nasional

Gus Mus Ungkap Alasan Banyak Orang Menggelar Haul

Sel, 20 Agustus 2019 | 11:00 WIB

Gus Mus Ungkap Alasan Banyak Orang Menggelar Haul

KH Ahmad Mustofa Bisri saat memberikan ceramah dalam acara Haul ke-15 KH Fuad Hasyim Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Senin (19/8). (NU Online)

Cirebon, NU Online
Ada kelompok umat Islam menentang peringatan haul yang biasa dilakukan oleh masyarakat Islam di Indonesia. Mereka menyebutnya sebagai bid’ah sehingga tidak boleh dilakukan.
 
KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus memiliki pandangan tersendiri mengenai hal itu. Menurutnya, meskipun haul dibid'ahkan tetapi tak pernah sepi, bahkan semakin ramai yang melakukannya. Ia berpikir, apakah haul sengaja digelar guna memanas-manasi mereka yang membid’ahkan atau seperti apa.
 
"Saya itu kemarin haul di Tegal, sebelumnya haul di Jawa Timur, saya ini mikir-mikir hal itu kok orang tambah semangat mengadakan hal ini, apa karena ingin manas-manasin yang membid’ahkan?" katanya saat berceramah pada Haul ke-15 KH Fuad Hasyim Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Senin (19/8).
 
Namun, dalam sebuah kesimpulannya tidaklah demikian. Gus Mus mengatakan, haul digelar sebagai sarana untuk mengobati kerinduan akan tokoh yang sudah meninggal. "Tapi rupanya orang-orang sekarang rindu dengan kiai yang dulu. Rindu pada kiai seperti Kiai Fuad Hasyim," kata Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
 
Gus Mus menjelaskan bahwa haul merupakan peringatan atas hari wafatnya seseorang, dalam hal ini Kiai Fuad. Berbeda dengan sosok yang diteladani oleh Kiai Fuad, yakni Kanjeng Nabi Muhammad saw. yang diperingati hari lahirnya (Maulid Nabi), bukan hari wafatnya.
 
Gus Mus menambahkan, orang yang diperingati hari lahirnya adalah orang yang kelahirannya menandai zaman. Nabi Muhammad saw yang diperingati hari lahirnya karena sebagai penanda dari perubahan zaman, dari Jahiliyah menuju era terang akan pengetahuan.
 
"Bahwa orang yang diperingati hari lahirnya itu adalah orang-orang yang kelahirannya menandai zaman," terangnya.
 
Menyebut Abul Qasim, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu seketika teringat sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Diva Mesir, Bintang Timur Ummi Kultsum. Lirik lagu yang berjudul Wulidal Huda itu merupakan syair karya Presiden Penyair Arab Ahmad Syauqi.
 
"Wulidal huda, fal kainatu dliya'. Wa famuz zaman, tabassumun wa tsanau. Sang penunjuk telah lahir maka alam semesta pun jadi terang benderang bibir sejarah pun tersenyum penuh dengan puji-pujian," katanya mendendangkan sekaligus menerjemahkannya ke bahasa Indonesia.
 
Selain Nabi, setidaknya yang ia ketahui, ada dua nama lagi yang kelahirannya dirayakan sampai saat ini, yakni Nabi Isa al-Masih dengan perayaannya yang disebut Natal dan Raden Ajeng Kartini setiap tanggal 21 April.
 
Tokoh yang ia sebut terakhir itu menandai zaman perempuan mulai bersekolah formal setelah sebelumnya tidak pernah ada perempuan yang belajar di bangku sekolah.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muchlishon)