Nasional

Gus Mus: Lulusan Pesantren Harus Jadi Manusia yang Utuh

Sen, 29 April 2019 | 00:30 WIB

Gus Mus: Lulusan Pesantren Harus Jadi Manusia yang Utuh

KH Ahmad Mustofa Bisri

Jombang, NU Online
Para santri diharapkan mampu memahami segala persoalan yang terjadi. Baik persoalan yang berkaitan dengan agama, sosial, budaya maupun yang berhubungan dengan politik.

Demikian ini ditegaskan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) saat jadi pembicara pada Haflah Akhir Sanah Pondok Pesantren Al-Aqobah Jombang, Jawa Timur, Ahad (28/4).

Gus Mus menyebut, santri yang demikian itu dengan istilah manusia yang utuh. "Diharapkan lulusan pesantren ini (Al-Aqobah) menjadi manusia yang utuh. Nanti kalau jadi kiai mereka bisa berbicara tentang budaya, agama, politik, dan seterusnya," katanya.

Pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini menuturkan, santri di pesantren diajarkan untuk tidak hanya paham ilmu namun juga akhlak. Ini pula yang menurutnya mendorong santri menjadi manusia yang utuh. 

Dalam istilah pesantrennya, imbuh dia, antara ta'lim dan tarbiyah sama-sama diajarkan dengan seimbang. "Pengajaran disebut tarbiyah, dan ta'lim hanya sebatas memberikan informasi, dua-duanya diajarkan di pesantren," jelasnya.

Terdapat perbedaan antara tarbiyah dan hanya sekedar ta'lim dalam penerapannya. Aspek tarbiyah banyak ditemui di pesantren dan minim di sekolah-sekolah bahkan di perguruan tinggi. Sementara aspek ta'lim yang lebih mendominasi dibandingkan tarbiyah banyak diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi.

"Contoh ta'lim dikasih informasi Qur'an,  ya ngerti tentang Qur'an. Tapi urusan kelakuan (sikap) yang sama dengan ayat-ayat Al-Qur'an itu urusan tarbiyah," jelasnya.

Gus Mus menegaskan, hingga kini aspek tarbiyah juga ta'lim terus diajarkan di pesantren, meski terkadang ada pesantren yang lebih mementingkan dan mendahulukan sisi tarbiyahnya dibandingkan ta'limnya. "Jadi betul kalau di pesantren menyebut ada pendidikan dan pengajaran (ta'lim dan tarbiyah)," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Muiz)