Jakarta, NU Online
Lima belas abad silam, Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk meneruskan risalah kenabian. 1400 tahun lebih tentu bukan waktu yang singkat.
Melihat hal tersebut, program Gus Yahya bertanya Kyai Mus menjawab episode 1, Senin (12/3), yang disiarkan tunda melalui akun Youtube Gus Mus Channel mengangkat tema Misi Utama Nabi Muhammad.
“Bagaimana refleksi panjenengan melakukan keislaman? Apa yang dihadirkan oleh Islam bagi umat manusia?” tanya KH Yahya Cholil Staquf kepada pamannya itu.
Menjawab pertanyaan tersebut, KH Ahmad Mustofa Bisri menyitir hadits bahwa Nabi Muhammad SAW dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal tersebut dapat diartikan bahwa era kenabian sebelumnya tentu sudah berakhlak, tetapi belum sempurna. Nabi Muhammad merupakan pelanjut misi dari para nabi dan rasul sebelumnya.
“Rasulullah SAW sendiri menggambarkan misinya ibarat bangunan yang sudah tertata, tinggal satu batu bata, inilah aku (Rasulullah),” ujar kiai yang akrab disapa Gus Mus itu.
Menurutnya, agama itu hadir untuk kepentingan manusia. Hal itu bisa dilihat pada kaidah fikih bahwa agama Islam untuk kemaslahatan manusia. Selain itu, yang dikhitabi oleh Allah juga manusia. Al-Qur’an menyebutkan beberapa ayat tentang hal itu, seperti ‘yaa ayyuha an-nas, yaa ayyuha lladzina amanu’.
Wahyu-wahyu yang Rasul terima tidak akan disampaikan sebelum dirinya melaksanakan. Perintah bersikap adil, misalnya, atau bersikap kasih sayang, tidak menghina orang. Hal itu, menurut Gus Mus, sudah Nabi lakukan sebelum menyampaikannya.
“Sehingga bisa dikatakan bahwa Rasulullah SAW adalah wahyu itu sendiri,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, itu. Atau dalam bahasanya orang-orang awam, Kanjeng Nabi itu Quran yang berjalan, imbuhnya.
Mustasyar PBNU itu mengibaratkan Kanjeng Nabi sebagai mata air dan muslim saat ini sebagai muara. Tentu perbedannya cukup jauh. Air di mata air begitu jernih, sementara saat di muara sudah tidak kelihatan kejernihannya.
“Harus perlu selalu ‘menghadirkan’ Rasulullah saw atau menjelaskan pribadinya, atau risalahnya,” terangnya.
Rasulullah, kata Gus Mus, selalu mengatakan buitstu daiyan, diutus untuk mengajak. Mengajak itu seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran surat al-Nahl ayat 125. “Mengajak itu secara bahasa mengandung nuansa membujuk, merayu dalam tanda kutip,” katanya.
Gus Mus mencontohkan calo bus membujuk orang untuk naik bus. Tentu, para calo menawarkan kepada orang-orang yang belum naik. Tawaran itu dengan menyampaikan hal-hal baik dari busnya, seperti adanya fasilitas air conditioner (ac) hingga karaoke. Setelah naik, penumpang tersebut barulah dimintai bayaran karcis. Kemudian muncul larangan agar penumpang tidak mengeluarkan anggota tubuhnya di jendela.
“Itu ketika sudah di dalam bus,” kata Gus Mus. (Syakirnf/Ibnu Nawawi)