Nasional

Gus Dur Bapak Humanis (2)

NU Online  ·  Kamis, 6 Desember 2012 | 04:23 WIB

Jakarta, NU Online
Seperti disebutkan dalam bagian pertama, Syaiful Arif, lebih cocok menempatkan Gus Dur sebagai Bapak Humanis. Basis pendapat itu adalah Gus Dur di masa muda atau Gus Dur teoritis. 
 <>
Menurut Syaiful Arif, Gus Dur muda terinspirasi Teologi Pembabasan Amerika Latin. Dari situ, Gus Dur kemudian mengolah tradisi Islam, khusunya tradisi Islam pesantren dan NU, untuk menghadapi developmentalisme Orde Baru.
 
“Developmentalisme itu kan wacana ekonomi politik, kalau modernisasi kan wacana kebudayaan. Gus Dur mencoba mengolah tradisi-tradisi itu Islam pesantren dan NU untuk menanggapi modernisasi dan developmentalisme.”
 
Nah, sambung Syaiful, salah satu hasil produk pergumulan pemikirannya adalah “Islam sebagai etika sosial”. Pemikiran ini jarang dilihat banyak orang karena selama ini selalu melihat pemikiran Islam Gus Dur hanya dua, “pribumisasi Islam” dan “pluralisme agama”.”
 
Padahal, ketika ditelusuri di dalam teks-teks “Gus Dur muda” itu ada dua pemikiran lain, yaitu “Islam sebagai etika sosial” dan “negara kesejahteraan Islam”.

Bukan sekedar pluralisme

“Saya menolak pendaulatan Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme,” ujar Syaiful Arif.
 
Menyebut Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme sangat “berbahaya” karena perjuangan, pemikiran, keprihatinan Gus Dur tidak hanya di dalam ruang hubungan antara umat beragama saja, tapi aktif di mengkritik pemerintah, memperjuangkan hak-hak minoritas atau memperjuangkan manusia itu sendiri.
 
Non-muslim di dalam negara Islam dalam pandangan Gus Dur itu adalah perlindungan negara, atau perlindungan Islam terhadap mustadh’afin, terhadap orang-orang “lemah”.
 
“Jadi, terma non-Islam, itu ada di dalam terma kaum “lemah”.  Dan Gus Dur itu membela kaum lemah. kaum lemah ini kan bukan hanya minoritas, tapi mayoritas yang terlemahkan.”
 
Pendapat orang yang menganggap Gus Dur Bapak Pluralisme disebabkan pembacaan mereka terhadap Gus Dur tua. Gus Dur tua memang akatif di dalam gerakan-gerakan pluralisme agama. Tapi keaktifan Gus Dur itu, dalam kerangka pembelaan terhadap kaum lemah yang sudah beliau lakukan sejak zaman Orde Baru.
 
“Makanya kalau dirunut lagi lebih dalam, prinsip utama dari pemikiran dan perjuangan Gus Dur itu humanisme. Humanisme yang seperti apa? Humanisme komunitarian. Hunmanisme yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi manusia dalam kerangka menciptakan masyarakat yang adil.
 
Gus Dur punya istilah yang sering diulang, yakni struktur masyarakat berkeadilan. Titik tolaknya dari maqashidu syariah yaitu hifdul aql, hifdul nasl, hifdul nafs, hifdul din, dan hifdul mal.


Redaktur: Mukafi Niam
Penulis   : Abadullah Alawi