Nasional

GP Ansor: Tony Abbot Harus Datang ke Aceh Minta Maaf

NU Online  ·  Senin, 23 Februari 2015 | 01:01 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Aceh Samsul B Ibrahim mengecam pernyataan tak terpuji Perdana Menteri Australia Tony Abbot yang mengungkit bantuan kemanusiaan pascamusibah gempa dan tsunami pada 2004 silam. Samsul mendesak Tony Abbot meminta maaf secara langsung kepada seluruh masyarakat Aceh dengan mengunjungi Serambi Mekkah.
<>
Samsul  mengatakan, pihaknya menghargai Australia yang meminta pembatalan hukuman gantung terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran karena kasus Narkoba. Bahkan, sikap enam mantan PM Australia yakni Malcolm Fraser, Bob Hawke, Paul Keating, John Howard, Kevin Rudd, dan Julia Gillard yang menyerukan hal serupa, menurut Samsul merupakan sebuah langkah wajar yang dilakukan tokoh-tokoh Australia terhadap warganya.

“Namun mengungkit bantuan kemanusiaan seperti pernyataan Abbot adalah dosa besar sekaligus mencoreng wajah warga Australia yang mungkin ikhlas membantu Aceh. Dia harus datang ke Aceh untuk meminta maaf secara langsung,” katanya dalam siaran pers, Ahad (22/2).

Samsul menambahkan, hukuman mati terhadap pelaku kriminalitas tertentu bukanlah hal baru dalam konteks hukuman internasional. Praktik hukuman mati sudah diterapkan di berbagai negara baik itu Malaysia, Iran, China, Libya, Suriah, hingga Amerika Serikat.

“Dalam hal vonis hukuman mati yang diputuskan terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran di Indonesia, seharusnya Australia fokus mengumpulkan alat bukti tertentu yang mampu menghindari kesalahan vonis. Faktanya hingga vonis dijatuhkan, kesalahan pidana terkait peredaran Narkoba yang dialamatkan kepada Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tak bisa terbantahkan,” tuturnya.

Karena itu, Tony Abbot sebagai Perdana Menteri Australia harus menghargai putusan hukum tersebut. Kedaulatan hukum Indonesia merupakan komponen yang tak bisa diintervensi oleh siapapun. Lagipula, putusan hukum itu semata-mata dilakukan untuk memberikan peringatan keras terhadap peredaran Narkoba di Indonesia.

“Ini bicara soal hukum dan kedaulatan negara. Sebagai Pemuda Nahdliyin, apa yang diungkit oleh Abbot sungguh perilaku sangat tercela,” kecamnya.

Ancaman Investasi

Di lain hal, Samsul menyebutkan masyarakat Aceh sebenarnya merupakan masyarakat yang cukup bijak dalam menyambut warga manapun. Buktinya, selama ini perusahaan asal Australia sudah beroperasi di Aceh. Beberapa perusahaan asal Australia itu melakukan investasi di sektor energi, pertambangan, hingga perkebunan.

“Sejauh yang kami terlusuri demikian informasinya. Misalnya seperti Triangle Energy (Global) Limited yang mendapatkan hak pengelolaan blok minyak dan gas di Wilayah Pase. Tidak hanya itu, sekitar Desember 2014 lalu, GeRAK bahkan pernah membuat laporan tentang penjualan izin usaha pertambangan kepada perusahaan asing asal Australia baik di Aceh Selatan, maupun di Tamiang. Nah, gimana kalau hal itu kita lempar ke muka Abbot,” tegas Samsul.

Dia berharap, tokoh-tokoh dan seluruh warga Australia tidak membiarkan perilaku tercela Tony Abbot ini merusak hubungan diplomatis kedua negara. Apalagi selama ini, hubungan kedua negara ini selalu memberikan kontribusi yang terukur bagi kedua negara baik di sektor ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan hal-hal lainnya.

“Kami meminta tokoh-tokoh serta warga Australia untuk menyadarkan Tony Abbot. Mereka harus mendesak Abbot meminta maaf kepada seluruh masyarakat Aceh di Aceh, bukan di Canberra. Dia harus berani meminta maaf. Kalau tidak, ini akan menjadi catatan sejarah betapa warga Australia rela dipimpin oleh sosok yang tidak bermoral seperti Abbot,” tutup Samsul. (Mahbib)