Epidemiolog Sebut Plasma Darah Beri Manfaat Penyembuhan Pasien Covid-19
NU Online · Kamis, 7 Januari 2021 | 06:00 WIB

Epidemilog UI dr Syahrizal Syarif mengatakan beberapa negara seperti Amerika, Tiongkok, Hong Kong telah melakukan terapi plasma konvalesen itu. Negara-negara yang disebutkan itu, telah mencoba memberikan plasma kepada pasien Covid-19. (Foto: NU Online/Suwitno)
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Terapi plasma konvalesen menjadi salah satu alternatif untuk mempercepat penyembuhan bagi pasien Covid-19 dengan gejala sedang mengarah ke berat dan bahkan berstatus gawat darurat. Namun hingga kini, terapi tersebut belum memiliki bukti ilmiah.
Dengan kata lain, terapi plasma konvalesen masih dalam tahap uji klinis. Di Indonesia, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di bawah Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) sedang melakukan uji klinis untuk membuktikan terapi plasma konvalesen benar-benar menjadi alternatif untuk mempercepat penyembuhan.
Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dr Syahrizal Syarif mengakui, terapi plasma konvalesen memang memberikan manfaat penyembuhan. Namun sebagai sebuah terapi, memang harus memiliki bukti ilmiah. Sementara hingga saat ini, status plasma konvalesen tersebut masih dalam taraf uji klinis.
"Artinya masih uji coba dengan dilakukan pada sebagian grup diberikan plasma konvalesen dan sebagian grup lagi tidak diberikan. Dengan cara seperti itu, baru kita bisa yakin manfaat dari pemberian terapi plasma darah ini," ungkap dr Syahrizal, dalam Diskusi Donor Plasma, Selasa (5/1) malam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan ini, di beberapa negara seperti Amerika, Tiongkok, Hong Kong telah melakukan terapi plasma konvalesen itu. Negara-negara yang disebutkan itu, telah mencoba memberikan plasma kepada pasien Covid-19.
"Laporan-laporan (dari negara-negara itu) status pasien yang semula kritis jadi membaik. Cuma jumlahnya memang masih kecil. Ada percobaan yang 10 kasus, 7 kasus, dan 5 kasus," kata dr Syahrizal.
"Jadi saat ini Kementerian Kesehatan sedang melakukan uji coba klinis. Jadi ini sebenarnya plasma konvalesen ini statusnya masih dalam tahap uji klinis, baik di RSCM, RS Gatot Subroto, maupun di pusat-pusat penelitian lainnya,” sambungnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA), misalnya, sudah melakukan pemberian plasma ini kepada kasus-kasus tertentu yakni kepada pasien Covid-19 yang sedang dalam keadaan kritis dan serius.
“Prinsip dasarnya, plasma konvalesen diberikan untuk mengurangi angka kematian. Bukan untuk upaya pencegahan penyakit. Jadi ini masih dalam uji coba, walaupun laporan-laporannya menunjukkan harapan bahwa ini akan memberikan manfaat yang baik,” ungkap dr Syahrizal.
Dikutip dari situs resmi Kata Data, hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Direktur FDA Stephen Hahn. Menurutnya, bukti awal menunjukkan bahwa plasma darah dapat menurunkan angka kematian. Kemudian bisa meningkatkan kesehatan pasien bila diberikan dalam tiga hari pertama perawatan di rumah sakit. Namun belum diketahui jelas soal efek langsung dari pengobatan ini.
FDA juga menyatakan, telah melalui kajian dengan pendekatan yang aman dan sudah dianalisis terhadap 20 ribu pasien yang menerima perawatan ini. Hingga akhir tahun lalu, sudah ada sekira 70 ribu pasien yang menggunakan terapi plasma konvalesen tersebut.
Sedangkan pasien yang bisa menggunakan pengobatan seperti itu hanya yang berusia di bawah 80 tahun dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Pasien tersebut memiliki tingkat kelangsungan hidup 35 persen lebih baik, sebulan setelah menerima pengobatan.
Sementara itu, uji klinis di India menunjukkan bahwa pengobatan menggunakan plasma darah tidak banyak memberikan manfaat bagi pasien Covid-19. Dilansir dari Reuters, uji klinis tersebut diterbitkan di British Medical Journal pada 23 Oktober 2020 lalu.
Penelitian tersebut menunjukkan, plasma yang berisi antibodi dari pasien Covid-19 yang telah sembuh itu, tidak menunjukkan efek signifikan dalam mengurangi tingkat kematian atau menghentikan perkembangan Covid-19 yang kian parah. Temuan itu berasal dari studi yang dilakukan terhadap 400 pasien Covid-19 yang tengah dirawat di rumah sakit.
Untuk diketahui, selama ini di Amerika Serikat dan India telah mengesahkan plasma darah sebagai terapi pemulihan bagi pasien Covid-19 yang dalam kondisi gawat darurat. Sementara di Inggris, tengah mengumpulkan plasma sehingga kelak dapat diluncurkan secara luas jika terbukti efektif.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua