Nasional

Direktur PD Pontren Kemenag Sayangkan Beberapa Pihak Belum Paham UU 18/2019 tentang Pesantren

Senin, 16 September 2024 | 12:30 WIB

Direktur PD Pontren Kemenag Sayangkan Beberapa Pihak Belum Paham UU 18/2019 tentang Pesantren

Direktur PD Pontren Basnang Said bersama Pengasuh Pesantren Tebuireng Gus Kikin usai menyampaikan orasi ilmiah di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Ahad (15/9/2024).

Jombang, NU Online

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) RI Basnang Said menyayangkan beberapa pihak belum memahami Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren secara utuh.


Dampaknya, ijazah lulusan pendidikan pesantren seperti Ma’had Aly Hasyim Asy’ari belum diakui secara utuh di Indonesia. Hal ini tentu menjadi ganjalan tersendiri bagi Kementerian Agama RI.


“Sebenarnya dalam konteks fungsi pendidikan, negara sudah tidak diskriminasi lagi. Karena ada UU nomor 18 tahun 2018. Masih ada yang berkata, Ma’had Aly itu nonformal, ijazah belum diakui,” katanya, saat orasi ilmiah di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Ahad (15/9/2024).


Namun, kata Basnang, pihaknya sedang berusaha menjelaskan secara lengkap tentang UU Pesantren kepada berbagai pihak lewat prosedur yang berlaku.


“Sekarang kami sedang memperjuangkan, sampai saat ini, yaitu komunikasi dengan Kementerian Pendidikan dan Budaya untuk pengakuan ijazah Ma’had Aly dan pesantren masih belum terbuka,” jelasnya.


Basnang mengaku bahwa pihaknya juga sudah berkirim surat untuk membuka kebuntuan komunikasi, tapi belum diberikan waktu untuk berdialog dan bertemu. Ia berharap, pemerintah yang baru nanti bisa membantu membuka komunikasi ini.


Menurut Basnang, melalui UU Pesantren, penyelenggaraan pendidikan pesantren bisa diakui sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional. Hal tersebut tidak ada halangan lagi di Kemenag karena sudah terbuka akses yang sama.


“Bagi alumni Ma’had Aly yang mengabdi di Madrasah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, Aliyah, perguruan tinggi agama, saat ini ijazah kalian sudah bisa diupload di sistem Kementerian Agama RI,” tegas Basnang.


Ia menjelaskan bahwa UU Pesantren memberikan landasan hukum bagi rekognisi terhadap peran pesantren dalam membentuk, mendirikan, membangun, dan menjaga NKRI, tradisi, nilai dan norma, varian dan aktivitas, profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu.


UU Pesantren juga menjadi landasan hukum afirmasi atas jaminan kesetaraan tingkat mutu lulusan, kemudahan akses bagi lulusan, dan independensi penyelenggaraan pesantren, serta landasan hukum bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memberikan fasilitasi dalam pengembangan pesantren.


“Kami sudah dua kali menulis surat, surat pertama ditanggapi. Surat kedua, hingga saat ini belum dijawab, begitu juga pesantren. Semoga pemerintahan ke depan bisa membuka kran komunikasi yang masih tertutup di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ungkapnya.


Basnang menjelaskan, semua pihak perlu memahami bahwa setelah terbitnya UU Pesantren, setidaknya memuat tiga fungsi pesantren yang telah sejak lama sudah dilakukan oleh pesantren.


Fungsi pertama yaitu sebagai pendidikan, fungsi kedua adalah dakwah, dan fungsi ketiga yakni pemberdayaan masyarakat. Fungsi pendidikan sudah dilakukan sejak Indonesia belum merdeka, mencerdasakan kehidupan bangsa.


Karena dalam UU Pesantren ada beberapa jenis pesantren yang diakui negara. Salah satunya pendidikan formal pesantren yang sudah berjalan di pesantren seperti Ma’had Aly yang lulusannya setara dengan Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS).


“Harusnya lulusan Ma’had Aly bisa ke mana saja, karena setara dengan lulusan yang lainnya. Pemerintah juga mendukung gerakan dakwah pesantren dan pemberdayaan masyarakat lewat dana abadi pesantren,” imbuhnya.


Namun, Basnang mengingatkan alumni Ma’had Aly dan pesantren untuk tidak terlena dengan segala akses yang dibuka oleh pemerintah seperti bisa menjadi ASN.


“Perlu dicatat, bagi alumni pesantren yang terpenting bukan menjadi apa dan dapat apa, seperti bisa jadi pegawai negeri itu hanya washilah dan bunga-bunga saja. Prioritas alumni pesantren adalah berkhidmah pada agama, bangsa dan negara,” tandasnya.