Jakarta, NU Online
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute Imdadun Rahmat mengungkapkan bahwa kecintaan Nadhlatul Ulama terhadap Islam tidak perlu diragukan. Oleh karenanya, NU sungguh-sungguh dan hati-hati dalam bersikap. Dalam berpolitik misalnya, NU belajar dari pengalaman.
Selepas wafatnya Rasulullah SAW, politik kekuasaan menggunakan agama untuk memperebutkan kepemimpinan politik.
āMaka kemudian agama dipakai untuk kepentingan politik,ā katanya saat menjadi narasumber pada peluncuran buku NU Penjaga NKRI di aula Gedung PBNU lantai 8, Jakarta, Selasa (10/4).
Hal itu mengubah agama yang mulanya tasamuh, tawasut, tawazun, dan taāaddul itu menjadi berbalik.
āAgama menjadi tidak lagi moderat, tidak lagi toleran, tetapi dia ekstrem,ā katanya.
Mereka yang mengedepankan akal akan sangat membenci dalil naql (nas Al-Qurāan dan Hadits). Pun sebaliknya, mereka yang sangat tekstual, akan sangat membenci akal, rasionalitas.
āKarena agama dipakai unuk kepentingan politik, maka agama menjadi rusak,ā ujarnya.
Kelompok ekstrem ini bahkan sampai membenarkan tindakan pembunuhan terhadap seseorang dengan menggunakan dalil-dalil tertentu. Hal ini merupakan akibat dari agama dan politik yang berubah menjadi kejam. Oleh karena itu, Ahlussunnah wal Jama'ah dalam menyikapi hal tersebut tidak lepas dari prinsip humanisme.
āHumanisme tidak bisa dipisahkan dari watak ahlussunnah wal jama'ah,ā pungkasnya. (Syakir NF/Muiz)