Nasional

Beda Sekolah dan Pesantren dalam Mengembangkan Pendidikan Karakter

NU Online  ·  Sabtu, 22 September 2018 | 10:45 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Dosen Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta Akhmad Sodiq mengemukakan, ada empat prinsip pengembangan pendidikan karakter. Pertama, berkelanjutan. Ini menjadi salah satu prinsip dasar dalam membangun pendidikan karakter. Menurut dia, pendidikan karakter di pesantren berlangsung secara berkelanjutan. Hal ini berbeda dengan pengembangan pendidikan karakter di sekolah.

Sodiq menambahkan, pendidikan karakter di pesantren terus berkelanjutan karena nilai-nilai keluhuran dan berkarakter selalu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah pendidikan karakter di pesantren berhasil karena tidak didasarkan pada anggaran atau uang, tapi keikhlasan.

“Di sekolah gak ada anggaran, gak jalan. Kalau ganti pemimpin, ganti program. Sehingga keberlanjutan pengembangan karakter tidak kena (di sekolah),” kata Sodiq saat diskusi di Sekretariat Islam Nusantara Center, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (22/9).

Kedua, melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah. Di sekolah, pendidikan karakter masih direncanakan dan diupayakan sebelum akhirnya dilaksanakan. Bagaimana pendidikan karakter dimasukkan ke dalam mata pelajaran matematika, fisika, sejarah, dan lainnya. Sementara di pesantren, semua nilai dan karakter melekat di setiap pelajaran. Nilai dan pendidikan karakter tersebut juga dipraktikkan setiap harinya di pesantren. Bagaimana bersikap kepada teman, kepada guru, dan orang tua misalnya. 

Ketiga, nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan. Nilai-nilai seperti kesopanan, ketawadhuan, kemandirian, dan lainnya begitu melekat di dunia pesantren. Tidak perlu banyak omong dan ceramah untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sementara di sekolah, nilai-nilai tersebut masih pada tahap pengajaran. 

Keempat, proses pendidikan dilakukan perserta didik secara aktif dan menyenangkan. Menyenangkan di sekolah dan pesantren beda. Di pesantren, ekspresi menyenangan dibungkus dalam moral yang tinggi. Sedangkan di sekolah dengan teriak-teriak,” papar Ketua Ma'had Aly UIN Jakarta ini. (Muchlishon)