Nasional

Banyak Rugikan Masyarakat, OJK Diminta Usut Pelaku Pinjaman Online Bodong

Sab, 19 Juni 2021 | 04:15 WIB

Banyak Rugikan Masyarakat, OJK Diminta Usut Pelaku Pinjaman Online Bodong

Ilustrasi pinjaman online. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online 

Merespon keresahan masyarakat akibat pelaku pinjaman online (pinjol) bodong dan bank Émok (rentenir emak-emak Jawa Barat), Kepala Bidang Ekonomi Pondok Pesantren KHAS Kempek, Nyai Najhah Barnamij mengatakan kecermatan para peminjam memilih lembaga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjol (pinjaman online) yang terdaftar maupun berizin menjadi prioritas. 


"Maksudnya kalau mau pinjam uang itu pastikan dulu fintech tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan bertanya langsung ke layanan costumer service lembaga OJK itu," kata Nyai Najhah saat dihubungi NU Online melalui sambungan telepon, Jumat (18/6).


OJK sebagai lembaga penyelenggara sistem pengaturan sektor jasa keuangan dan lembaga keuangan lainnya, menurut Nyai Najhah, sudah diberi kewenangan hukum yang besar oleh negara dalam melindungi konsumen seperti yang tertuang dalam UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK, khususnya Pasal 30 yang menyebutkan untuk perlindungan konsumen dan masyarakat.  


"Maka seharusnya OJK turun tangan untuk mengusut tuntas pelaku pinjol bodong yang banyak merugikan masyarakat. Fokus mereka kan memang melindungi nasabah," tutur Bendahara Umum Bank Wakaf Mikro (BWM) KHAS Kempek ini. 


Selain kecermatan memilih fintech, ia juga mengimbau dengan tegas kepada calon peminjam agar uang hasil pinjaman digunakan dengan bijak dan menghindari sifat konsumerisme agar tidak terjebak dalam pusaran utang yang berkelanjutan. 


"Perhatian utama adalah alasan kenapa kita meminjam uang. Apakah untuk produktivitas usaha atau hanya sekadar pemenuhan lifestyle (gaya hidup)," tegasnya. 


Berdasarkan tinjauan selama ia menjabat sebagai pengelola BWM KHAS Kempek, alasan kebanyakan para peminjam adalah untuk kebutuhan hidup sehari-hari/gaya hidup yang kembalinya kepada konsumsi bukan pinjaman produktif. Angka pinjaman yang diberikan BWM sendiri mulai dari 1.000.000-3.000.000 dengan margin 3 persen per tahun. 


"Jadi kalau seandainya orang meminjam 1.000.000 mereka hanya berkewajiban mengembalikan 1.030.000 per tahun. Dan kalau pun telat membayar kami tidak menambahkan margin, hanya saja nasabah tersebut kami blacklist sebagai nasabah yang tidak sehat," terang Nyai Najhah. 


Mengingat BWM merupakan lembaga pendukung usaha-usaha ultra mikro yang membutuhkan dana segar untuk mengembangkan usahanya dan rata-rata nasabah BWM adalah perempuan dan ibu-ibu rumah tangga, tentunya pihak BWM menerapkan persyaratan yang lumayan ketat guna menghindari penumpukan pinjaman di luar. 


"Dari awal pengajuan yang pasti kita pantau pertama, adalah apakah si peminjam memiliki usaha. Kedua, jika tidak memiliki usaha, tugas kita adalah menstimulus mereka untuk memiliki usaha setelah kita beri pinjaman itu," papar Nyai Najhah. 


"Jadi rata-rata yang kita beri pinjaman adalah mereka yang punya usaha dan punya penghasilan tetap," tambahnya. 


Kendati demikian, sejauh ini banyak juga nasabah yang menggunakan uang pinjaman untuk memenuhi gaya hidup seperti, melunasi tagihan bulanan, berbelanja kebutuhan tersier dan sebagainya. Oleh karena itu, ketika menjelang hari-hari besar (Idul Fitri, Idul Adha) pihak BWM menghindari pencairan uang kepada nasabahnya. 


"Makanya kami sangat berhati-hati dalam mencairkan pinjaman," terangnya. 


Kontributor: Syifa Arrahmah 

Editor: Fathoni Ahmad