Nasional

Antisipasi Radikalisme, Kemenag Roadshow ke Kampus

NU Online  ·  Rabu, 5 Juni 2013 | 04:04 WIB

Jakarta, NU Online
Potensi radikalisme dan kekerasan di kampus disinyalir akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Setidaknya inilah kesimpulan dari hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI baru-baru ini. 
<>
Penelitian yang diadakan di beberapa titik Perguruan Tinggi Agama (PTA) di Indonesia ini, menunjukkan adanya benih radikalisme yang berpotensi pada gerakan terorisme yang dapat menciderai nilai kebhinekaan.

Mengantisipasi hal tersebut, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan sedang menghelat program roadshow Seminar dan Focused Group Discussion (FGD) bertema ‘Membangun Budaya Damai dan Toleran di Kampus’ bertempat di tiga titik kampus agama, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Agama (STIA) Alma Ata Yogyakarta, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar.

Tiga minggu sebelumnya, acara telah usai dihelat di STIA Alma Ata Yogyakarta dan IAIN Sumatera Utara. Kini giliran acara digelar di UIN Makassar selama dua hari, pada Selasa (04/6) dan Rabu (05/6). Hadir sebagai keynote speaker dan pembuka dalam acara di Makassar, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof H Abdurrahman Mas’ud PhD.

Abdurrahman memaparkan radikalisme agama tidak lepas dari ketidaktepatan dalam memahami substansi agama. 

“Radikalisme agama dapat pula bersumber dari pembacaan yang salah terhadap sejarah agama yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap doktrin agama pada masa tertentu,” jelas Abdurrahman.

Pendidikan, lanjut dia, berperan penting untuk menyosialisasikan nilai agama yang membawa misi damai dan menolak segala jenis kekerasan. Ia sendiri cukup optimistis bahwa pendidikan sejatinya dapat membawa angin segar kedamaian dan perubahan.

“Pendidikan di perguruan tinggi, selain terbukti menjadi ruang nyaman tumbuhnya benih ideologi radikal, ia juga mampu menjadi ruang penempaan diri yang sangat potensial bagi lahirnya pribadi-pribadi unggul yang bermoral, beradab, cinta damai, dan religius berbasis nilai kemanusiaan yang holistik-komprehensif,” tegas Abdurrahman.

Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan Seminar dan FGD yang menghadirkan tiga narasumber, masing-masing Prof Dr Irfan Idris MA, direktur deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof Hamdan Juhannis PhD selaku guru besar UIN Alaudin Makassar, dan Nur Yamin mewakili tim peneliti Puslitbang. Hasil dari Makassar akan diakumulasi dengan hasil di Yogyakarta dan Sumatera Utara untuk ditindaklanjuti menjadi model aksi pembangunan budaya damai dan toleran di kampus.

Seperti di dua kota sebelumnya, peserta undangan di Makassar didatangkan dari berbagai elemen mahasiswa lintas agama dan lintas perguruan tinggi yang tidak hanya mewakili organisasi intra kampus, juga dari kalangan ekstra kampus.

“Peserta didatangkan dari berbagai elemen lintas agama dan varian organisasi intra dan ekstra kampus dilakukan sebagai upaya mengakomodasi masukan dan gagasan konstruktif yang lebih beragam dan holistik. Kami bersyukur, respons para mahasiswa dan civitas akademika di tiga kampus, terutama di kampus Makassar ini sangat apresiatif. Sehingga ide dan gagasan mereka nantinya akan kami jadikan masukan yang sangat berharga untuk tindak lanjut pada model aksi,” Kata Wahid Khozin, Kepala Bidang Penelitian Pendidikan Formal.

Menurut dia, model aksi akan digodok oleh tim peneliti Puslitbang dalam berbagai bentuk program lanjutan, antara lain: pengembangan kurikulum pendidikan berwawasan inklusif, aksi seni budaya damai dan toleran, intensifikasi acara dialog bertema toleransi dan olah rasa lintas iman, forum-forum lintas agama, maupun buku-buku bacaan tentang pentingnya budaya anti kekerasan.

“Kita semua berharap ikhtiar programatik dari Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan ini dapat bermanfaat membumikan budaya damai dan toleran yang berarti pula meminimalisir budaya kekerasan dan potensi teror, tidak hanya di lingkungan kampus. Melainkan juga berefek ke seluruh lapisan masyarakat nantinya,” pungkas Wahid.


Redaktur: Mukafi Niam