Ansor Usulkan Penerapan Ahul Halli Secara Gradual
NU Online · Ahad, 26 Oktober 2014 | 11:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid mengusulkan penerapan mekanisme ahlul halli secara gradual. Untuk tahap pertama, diterapkan pada pemilihan rais aam, baru pada tahap selanjutnya diterapkan untuk memilih ketua umum PBNU. Ia tidak merinci secara tegas kapan tahapan-tahapan tersebut dimulai dan diterapkan sepenuhnya.
<>
“Ahlul hallli untuk syuriyah, anggotanya rais-rais syuriyah ditambah kiai sepuh, tapi untuk tanfidziyah dipilih, dan kalau bisa dicari tokoh muda progresif yang memiliki visi organisasi. Tidak harus seorang kiai untuk menjadi ketua umum tanfidziyah,” katanya.
Untuk jajaran syuriyah, tetap diperlukan unsur ke kesepuhan, kharisma dan kealiman.
Ketika ditanya mengenai tokoh kultural yang berpengaruh, menurutnya, hal tersebut tak susah dicari.
“Kalau dilihat di Jateng, kiai sepuh ada Kiai Mahfudz Ridwan, Habib Lutfi, Mbah Dimyati Rais, Mbah Munif Zuhri, Kiai Sya’rani Ahmadi dan Kiai Maimum Zubair,” katanya.
Sementara untuk Jatim, ia menyebut Kiai pesantren Sidogiri dan Kiai Mas Subadar. “Banyak sekali. Listnya sudah ada. Kita tahu mana kiai yang punya umat dan mana yang tidak,” tandasnya.
Ia tidak setuju penerapan sistem ahlul halli langsung untuk jajaran syuriyah dan tanfidziyah karena kalau perubahan dilakukan secara mendadak, akan menimbulkan gejolak.
“Bagaimanapun harus diakui, tanfidziyah di cabang kan semuanya ‘pemain.’ Kalau langsung lahan permainannya dihilangkan kan ngamuk nanti, malah kontraproduktif muktamarnya. Untuk yang itu sementara diakomodir,” tegas Nusron yang juga politisi Golkar ini.
Di luar konsep ahlul halli ini, hal lain yang penting dalam muktamar mendatang adalah mendefinisikan prasyarat menjadi pengurus NU.
“Kita harus mulai membangun organisasi dengan mulai membedakan mana warga dan mana kader. Yang boleh menjadi pengurus hanya kader, bukan warga,” ujarnya.
Untuk menjadi kader, harus dengan syarat tertentu seperti pernah aktif di badan otonom, pernah ikut kaderisasi di NU, dan sebagainya. “Harus lulus dari medan kaderisasi. Jadi tidak ada lagi orang, mentang-mentang nyumbang, terus dijadikan pengurus. Ngak bisa itu, harus kader,” tegasnya. (mukafi niam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
5
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua