Nasional

Anak Minta Sunat, Bagaimana Sikap Orang Tua?

Ahad, 2 Juli 2023 | 09:00 WIB

Jakarta, NU Online
Suatu hari usai menerima raport dan menjelang liburan sekolah, anak lelaki seorang teman tiba-tiba minta disunat. Teman ini pun kaget, bingung, dan geleng-geleng kepala. Benarkah si kecil siap disunat atau karena hanya ikut-ikutan temannya saja?


Pengalaman ini kerapkali dialami orang tua muda dengan anak lelaki yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Kebingungan ini pernah dialami salah seorang ibu rumah tangga, sebut saja Bunga, kepada NU Online, Sabtu (1/7/2023) malam.


Tiba-tiba putranya yang duduk di kelas 1 MIN di Jakarta Selatan itu mengatakan bahwa ia ingin sunat. “Tapi di kampung, di rumah Mbah Kung, sekalian liburan sekolah,” ujarnya menirukan anak keduanya yang berusia 8 tahun itu.


Usut punya usut, ternyata si anak ingin disunat karena beberapa temannya di kelas telah disunat. Selain itu, momen liburan kenaikan kelas ingin digunakan anaknya bertemu saudara-saudara sepupu di desa.


“Seru bisa main bareng adik-adik sepupu di kampung,” sambung ibu tiga anak ini.


Anak keduanya itu sempat ragu lantaran saudara sepupunya di Tangerang Selatan ingin sunat bareng meski belum tahu kapan persisnya. Bunga pun kembali menanyakan kesungguhan anaknya untuk berkhitan.


“Alhamdulillah, setelah saya tanya lagi ternyata dia tetap ingin sunat di kampung halaman,” ungkapnya.


Orang tua panik?
Ketika anak lelakinya hendak disunat, biasanya orang tua terutama ibu tiba-tiba panik. Apalagi ketika anak mulai ketakutan, orang tua akan bertambah panik. Hal ini tidak mengherankan dan ini terjadi di tempat-tempat sunat.


Menurut salah seorang praktisi khitan di Pati, Jawa Tengah, H Suyono, mengatakan bahwa ketika anak minta disunat, orang tua tidak boleh ikut panik. Sebab, kondisi tersebut akan membuat anak menjadi panik. Akhirnya kehilangan keberaniannya.


“Orang tua harus memberanikan diri. Sebab, anak yang disunat paling baik didampingi orang tuanya. Bukan justru ditinggal karena panik,” tuturnya.


Menurut dia, kesalahan orang tua adalah terlalu protektif kepada anak. Umpamanya anak kesenggol, orang tuanya tidak rela. Ini membuat anak lemah. Jika sayang anak, bukan memanjakan anak.


“Sayang anak itu harusnya membuat anak lebih percaya diri, mampu melakukan sesuatu secara mandiri. Misalnya sayang anak semua perlengkapan dipenuhi semua, sehingga dia tidak tahu beban hidup seperti apa. Sementara orang tuanya kan enggak selamanya hidup. Anak-anak harus dipersiapkan pada hal-hal yang sulit sejak dini,” tambahnya.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan