Nasional

Alumnus Prancis: Pemerintah Prancis Perlu Tinggalkan Pendekatan Represif-Diskriminatif

Sen, 9 November 2020 | 07:30 WIB

Alumnus Prancis: Pemerintah Prancis Perlu Tinggalkan Pendekatan Represif-Diskriminatif

Alumnus University of Vincennes in Saint-Denis Paris, Mohammad Al-Fayyadl. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Konflik agama di Prancis yang berawal dari pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait karikatur Nabi Muhammad SAW masih terus mendapat perhatian dari banyak pihak.


Alumnus University of Vincennes in Saint-Denis Paris, Mohammad Al-Fayyadl dalam mengatakan, Pemerintah Prancis kepada agama Islam dan pemeluknya selama ini memang cenderung menggunakan pendekatan-pendekatan represif dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi, khususnya persoalan di wilayah agama.


"Pemerintah Prancis perlu meninggalkan pendekatan represif-diskriminatif," katanya dalam diskusi daring bertajuk Emmanuel Macron dan Islam di Prancis, Ahad (8/11).


Pria yang pernah menjadi Ketua PCINU Prancis ini menambahkan, Pemerintah Prancis hendaknya mencontoh bangsa Indonesia yang kerapkali menggunakan pendekatan kultural atau budaya di dalam menghadapi dan menyelesaikan problematika yang terjadi di tengah bangsanya.


"Seharusnya pemerintah Prancis melakukan pendekatan kultural sama seperti di Indonesia. Tidak melulu dengan pendekatan politik yang penuh kecurigaan," ungkap penulis buku Derrida ini.


Karena itu perlu ada dukungan secara masif dari umat Islam dunia untuk melakukan langkah-langkah konsensus dengan Pemerintah Prancis agar tidak lagi menggunakan pendekatan-pendekatan represif. Pasalnya hal itu sangat potensi menimbulkan persoalan yang justru semakin membesar.


Menurutnya, pendekatan itu seringkali muncul karena alasan kebebasan berekspresi. Sehingga hal itu dianggap sebuah kewajaran karena merupakan salah satu bentuk dari kebebasan ekspresi tersebut.


Bahkan dalam pandangannya, kebebasan itu menjadi akar utama dari permasalahan-permasalahan yang muncul, seperti ujaran kebencian, diskriminasi, termasuk pernyataan Presiden Prancis yang oleh umat Islam dinilai sudah menghina kepercayaannya.


"Pemerintah Prancis harus menegakkan keadilan terhadap para pelaku ujaran kebencian, hasutan, dan Islamofobia," jelas 


Ia mengimbau, pemerintah Prancis lebih santun dan simpatik dalam mendekati umat Islam. "Juga menghindari retorika prasangka dan stigma, serta tidak terjebak dalam narasi hegemonik anti-radikalisme," pungkasnya.


Pewarta: Syamsul Arifin

Editor: Fathoni Ahmad