Syariah

Persamaan Tidur dan Mati

Sel, 4 Agustus 2020 | 18:39 WIB

Persamaan Tidur dan Mati

(Foto ilustrasi: NU Online/Dok. Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo)

Kematian merupakan keniscayaan bagi setiap makhluk hidup. Kematian di dunia menjadi awal kehidupan baru, dimulai alam kubur hingga alam akhirat, yaitu kehidupan yang lebih baik dan kekal.

 

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya[21]: 35).

 

Ketika manusia telah menyadari bahwa hidup dan mati merupakan bentuk ujian, maka hanya persiapanlah sikap terbaik untuk menghadapinya. Sebagaimana anak sekolah, ketika mendekati ujian maka sudah sepatutnya segala upaya dilakukan untuk mendapatkan hasil ujian terbaik. Setidaknya dapat lolos menuju jenjang yang lebih tinggi.

 

 

Rasulullah menyeru kepada umatnya agar memperbanyak mengingat kematian. Karena dengan mengingat kematian hidup akan lebih berhati-hati. Jika sudah sampai pada mati, maka kenikmatan dunia seakan tiada berguna lagi bagi manusia. Namun demikian, mengingat mati bukan suatu yang mudah. Kenyataannya masih saja ada para pentakziyah yang tertawa terbahak-bahak di tengah suasana duka menyelimuti keluarga yang ditinggal.

 

 

Salah satu gambaran kematian yang ada di sekitar kita adalah “tidur”. Dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syaekh Thahir dijelaskan bahwa keadaan di alam kubur adalah sesuatu yang ghaib. Sehingga sulit dimengerti oleh manusia pada umumnya. Untuk memudahkan hal tersebut, kematian dapat dianalogikan dengan tidur. Ketika seseorang tidur maka orang-orang di sekitarnya tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi di alam mimpinya.

 

Kesamaan tidur dan mati dapat ditelaah dari doa bengun tidur sebagai berikut:

 

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

 

Segala puji bagi Allah dzat yang telah menghidupkan setelah mematikan kami, dan kepa-Nya tempat kembali.

 

Kata أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا menunjukkan bahwa tidur memiliki kesamaan dengan kematian. sehingga tersebut dalam doa bangun tidur adalah Allah yang telah menghidupkan setelah mematikan (menidurkan).

 

Doa lain sebagaimana diajarkan Rasulullah ﷺ:

 

الحمد لله الذي رَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَعَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ

 

Segala puji bagi Allah dzat yang mengembalikan ruh ku, memberikan kesehatan badanku, dan mengizikanku berdzikir kepada-Nya (Imam Nawawi, Al-Adzkar, hal. 21).

 

Statemen mengembalikan ruhku menunjukkan bahwa persamaan tidur dan mati adalah sama-sama ruh keluar dari jasad. Bedanya ketika tidur ruh dapat kembali sedangkan mati tidak. Penjelasan ini sekaligus memperkuat pernyataan di atas, dapat dilihat dalam kitab Duratun Nashihin bahwa manusia memiliki tiga ruh, yakni ruh sulthaniyah, ruhaniyah, dan jasmaniyah.

Ruh sulthaniyah bertempat di hati, ruhaniyah di dada, sedangkan ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, antara tulang dan otot.

 

Pada potongan pernyataan selanjutnya disebutkan bahwa ketika seseorang tidur maka keluarlah ruh jasmaniyahnya bersamaan dengan akal. Kemudian berjalan di antara langit dan bumi. Terkadang ada mimpi dapat dipahami, hal ini berarti akal berperan di dalamnya. Sebaliknya mimpi yang tidak dapat dimengerti, berarti akal tidak berperan di dalamnya (Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir, Duratun Nashihin, Semarang: Toha Putra, hal. 145).

 

Berangkat dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sebanarnya manusia sudah merasakan sebagian dari tanda kematian. Oleh karenanya setiap bangun tidur harus selalu bersyukur karena masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah . Selain itu manusia selalu belajar dari tidur agar selalu ingat akan kematian sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah . Wallahu a’lam.

 

 

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta