Internasional

UU Gaza yang Melarang Wanita Bepergian Tanpa Izin Wali Direvisi

Rab, 17 Februari 2021 | 10:00 WIB

UU Gaza yang Melarang Wanita Bepergian Tanpa Izin Wali Direvisi

Ilustrasi: Perempuan Palestina melakukan aksi protes di Gaza. (Foto: MEE/Mohammed Asad)

Gaza, NU Online
Hakim Tinggi Islam Gaza sepakat untuk meninjau kembali putusan pengadilan yang melarang wanita bepergian tanpa izin dari wali laki-laki seperti suami atau bapak, Selasa (16/2). Aturan tersebut diberlakukan oleh Dewan Tinggi Syariah di Gaza yang dikuasai Hamas pada Ahad (14/2). 


Pembatasan tersebut telah memicu kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi manusia. Menurut mereka, Undang-Undang (UU) tersebut melanggar hukum Palestina terhadap penindasan berbasis gender. 


Massa yang menolak aturan itu melakukan aksi protes di depan kantor Ketua Dewan Tinggi Syariah, Hassan Jojo. Untuk diketahui, Jojo lah yang menandatangani dekrit menjadi UU larangan wanita bepergian tanpa izin mahram.  

  
Diberitakan Reuters, Selasa (16/2), Jojo mengatakan bahwa pihaknya setuju untuk meninjau ulang UU tersebut. Namun demikian, dia tidak mengatakan bahwa bahasa yang melarang perjalanan wanita tanpa persetujuan wali laki-laki akan dihapus.


“Kami telah sepakat untuk menyusun ulang keputusan ini,” kata Jojo. Para pemimpin Hamas membantah akan menerapkan hukum Islam pada penduduk Jalur Gaza. 


Sebuah kelompok hak asasi manusia Palestina yang berkantor di Gaza dan Tepi Barat, Komisi Independen untuk Hak Asasi Manusia (ICHR), mengatakan, putusan Dewan Tinggi Syariah Gaza itu melanggar martabat dan hak perempuan. Lebih dari itu, bagi ICHR, UU itu menempatkan perempuan pada tingkat yang lebih rendah dalam masyarakat. 


ICHR mengingatkan, UU Palestina melarang diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin, agama, warna kulit, disabilitas, dan pendapat politik. 


Sementara analis politik Palestina dan pakar hak-hak wanita, Reham Owda, menduga, keputusan itu mungkin untuk membendung peningkatan perempuan Gaza yang mencari pekerjaan di luar wilayah pantai kecil, di mana pekerjaan mencapai 49 persen. 


“Pemerintah di Gaza ingin membendung (perjalanan) dan membatasi pergerakan wanita yang berambisi untuk pergi belajar atau bekerja, dan melarikan diri dari blokade Israel,” katanya. 


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad