Brussel, NU Online
Uni Eropa menolak mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Organisasi antar pemerintahan Negara-negara Eropa itu menekankan pentingnya solusi dua negara dan pembagian kota Yerusalem untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina yang tidak kunjung usai.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Brussel Belgia, Senin (11/12). Dalam pertemuan ini, Federica menyebutkan, solusi yang paling realistis untuk mengakhiri konflik Israel dan Palestina adalah dengan diterapkannya solusi dua negara; Negara Israel dan Negara Palestina.
“Satu-satunya solusi realistis untuk penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina adalah berdasarkan prinsip dua negara dan Yerusalem sebagai ibukota keduanya,” kata Federica saat konferensi pers dengan Netanyahu seperti dikutip aljazeera.com.
Menurut dia, Uni Eropa akan menghormati konsensus internasional soal Yerusalem sampai status akhir Kota Suci tersebut diselesaikan melalui negosiasi langsung antar banyak pihak.
Dalam pidatonya di Gedung Putih, Rabu (6/12), Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibukota Israel. Pernyataan Trump ini mendapatkan banyak kecaman dan kutukan, terutama dari negara-negara Islam dan juga ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU).
NU menilai Yerusalem bukanlah ibu kota Israel melainkan ibu kota Palestina. Selain mengecam tindakan serampangan Trump tersebut, NU juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberikan sanksi kepada Israel karena telah melakukan pendudukan atas rakyat dan negeri Palestina.
Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB atas Yerusalem Nomor 252 tanggal 21 Mei 1968 dan Resolusi DK PBB Nomor 2334 tanggal 23 Desember 2016, DK tidak akan mengakui perubahan apa pun atas garis batas yang ditetapkan sebelum perang 1967. (Red: Muchlishon Rochmat)