Internasional

Peneliti Asia Tenggara Sebut Janji Militer Myanmar Pemilu Ulang Sulit Terealisasi

Kam, 4 Februari 2021 | 08:00 WIB

Peneliti Asia Tenggara Sebut Janji Militer Myanmar Pemilu Ulang Sulit Terealisasi

Peneliti Asia Tenggara Ahmad Suaedy. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Junta militer yang mengkudeta pemerintahan Myanmar yang sah dengan menahan beberapa pejabat dan petinggi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengaku bakal melakukan Pemilu ulang setahun mendatang. Hal ini dikarenakan tuduhannya terhadap pemilu yang berlangsung pada November tahun lalu tidak berlangsung secara transparan.


Peneliti Asia Tenggara Ahmad Suaedy menyampaikan bahwa hal itu akan sulit terealisasi mengingat latar belakang sejarah militer Myanmar yang otoritarian. “Kalau pengalaman kudeta masa lalu akan sangat sulit,” katanya kepada NU Online pada Kamis (4/2).


Bahkan, Suaedy menyebut bahwa demokrasi di negara tersebut hampir mati mengingat cara kerja militer yang sangat sulit untuk mewujudkan mimpi rakyat di sana itu.


Hal ini mungkin dapat tercegah dengan desakan luar negeri, seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Asia Tenggara, serta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Meskipun hal tersebut juga, menurutnya, bakal terganjal kehendak China yang mengamini tindakan militer Myanmar.


Tindakan yang sudah melewati batas itu, menurutnya, perlu diganjar dengan sanksi-sanksi tegas. Suaedy menyebut Myanmar perlu diisolasi. Hal ini guna mencegah menjamurnya otoritarianisme di negara-negara lain. Sebab, di masa-masa pandemi Covid ini, menurutnya, otoritarianisme banyak bermunculan.


“Tren otoritarianisme bisa berkembang di negara lain,” kata Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu.


Lebih dari itu, ia juga menyoroti persoalan minoritas yang juga menjadi masalah di Negeri Seribu Pagoda itu. Pasalnya, banyak di antara mereka yang tidak terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara. Bahkan lebih dari itu, mereka tidak dianggap sebagai warga negara setempat, dieksklusi dan diusir dari tempat yang telah mereka diami sejak dulu.


Rohingya, misalnya, yang mengklaim bahwa tanah yang mereka tinggali merupakan wilayah leluhur mereka. Mereka pernah menjadi fasal dari salah satu kerajaan kecil Islam di Bangladesh.

 

Namun, mereka mendapat perlakuan pembunuhan massal sehingga banyak di antara mereka yang menyeberang ke Bangladesh atau pergi menaiki sampan guna keluar dari negara tersebut hingga terombang-ambing di tengah lautan.


Suaedy menyebut bahwa di tanah tersebut terdapat minyak dan berbagai kandungan bumi sehingga pemerintah hendak menguasai hal itu. Tak ayal penduduknya mendapat perlakuan yang sedemikian kejam.


Ia menegaskan pemerintah Indonesia perlu ambil sikap tegas terhadap Myanmar. Hal ini guna melindungi masyarakat minoritas di sana, khususnya Rohingya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad