Internasional

Dua Tentara Myanmar Ungkap Rencana Pemusnahan Muslim Rohingya

Sab, 12 September 2020 | 01:00 WIB

Dua Tentara Myanmar Ungkap Rencana Pemusnahan Muslim Rohingya

Zaw Naing Tun, satu dari dua tentara Myanmar yang membelot dan mengungkapkan kekejaram militer terhadap Muslim Rohingya. (Foto: CNN)

Naypyitaw, NU Online

Dua tentara Myanmar memberikan kesaksian tentang kekejaman militer terhadap minoritas Muslim Rohingya di Rakhine pada 2017 lalu. Kedua tentara yang membelot itu mengaku diperintahkan oleh komandan mereka untuk menghabisi siapa saja yang mereka lihat dan dengar dan menyapu bersih semua desa etnis Rohingya ketika melaksanakan operasi militer pada tiga tahun lalu itu.


Operasi militer di negara bagian Rakhine pada 2017 itu menyebabkan ribuan etnis Rohingya meninggal, wanita-wanita mereka diperkosa, dan setidaknya 720 ribu lainnya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh.


Adalah Myo Win Tun (33) dan Zaw Naing Tun (30) yang menyampaikan pengakuan tersebut melalui sebuah video. Video tersebut diambil pada Juli lalu ketika mereka berada di tahanan Tentara Arakan—sebuah kelompok etnis di Rakhine gerilyawan yang terlibat konflik bersenjata dengan pemerintah Myanmar. 


Sebuah lembaga swadaya masyarakat, Fortify Rights mengunggah video itu di situs berbagi video dan melengkapinya dengan terjemahan bahasa Inggris. Belum diketahui apakah mereka menyampaikan hal itu karena tekanan atau tidak. Namun, keduanya diyakini sekarang berada di penjara Pengadilan Kriminal Internasional Den Haag, Belanda—tempat di mana penyelidikan krisis Rohingya sedang berlangsung.


Dalam video lain yang juga dirilis Fortify Rights, kedua tentara tersebut menggambarkan bagaimana mereka diperintahkan untuk membunuh semua penduduk desa Rohingya.

 

Myo Win Tun menceritakan, dirinya dikirim pada sebuah serangan malam di sebuah desa Muslim di Kotapraja Buthidaung pada Agustus 2017. Di situ, dia diinstruksikan untuk menghabisi semua orang dan untuk memastikan bahwa ras Rohingya telah dimusnahkan.

 

Setelah menghancurkan desa pertama, dia dan 10 unitnya tinggal di daerah itu selama dua pekan. Dia kemudian menghancurkan permukiman terdekat lainnya. “Kami menguburkan total 30 mayat di satu kuburan, delapan wanita, tujuh anak, 15 pria dan orang tua," kata Myo Win Tun dalam video tersebut, seperti diberitakan CNN, Kamis (10/9).


Dalam pengakuannya, dia mengatakan bahwa dirinya dan anggota unitnya memperkosa wanita Rohingya sebelum menembaknya. “Kami menembak dan mengubur orang dari desa ke desa. Totalnya sekitar 60 hingga 70 orang, "katanya. 


Sementara Zaw Naing Tun mengaku bekerja dengan Batalyon Infantri Ringan ke-353 untuk memusnahkan ‘sekitar 20 desa Muslim’. Sesuai instruksi atas, mereka menembak dan memusnahkan semua etnis Rohingya, termasuk anak-anak. 


Dia menyebut, pihaknya telah mengubur sekitar 80 warga desa Muslim, serta mencuri uang, emas, dan hanphone mereka. Dikatakan, dirinya berjaga-jaga ketika atasannya memperkosa wanita Rohingya. 


Pengakuan tentang keterlibatan tentara Myanmar dalam pembunuhan, perkosaan, dan persekusi terhadap Rohingya seperti ini adalah yang pertama disampaikan tentara Myanmar kepada publik. Sebelumnya, tidak ada anggota militer yang mengakui kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine pada 2017.

 

Bahkan, hanya sedikit sekali tentara yang dituntut atas pembunuhan di wilayah tersebut. Yaitu tujuh orang tentara dipenjara pada 2018 karena ikut terlibat dalam pembantaian di Desa Inn Din di negara bagian Rakhine.

 

"Ini adalah momen monumental bagi Rohingya dan rakyat Myanmar dalam perjuangan berkelanjutan mereka untuk keadilan," kata Kepala Eksekutif Fortify Rights, Matthew Smith.


Kendati demikian, pihak Myanmar membantah tuduhan yang menyebutkan bahwa tentaranya ikut terlibat dalam pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah-rumah etnis Rohingya. 


Juru bicara militer Myanmar, Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan bahwa dirinya adalah mantan tentara. Kepada BBC, dia mengklaim bahwa dua tentara tersebut disandera oleh Tentara Arakan dan diancam untuk mengaku. 


Pewarta: Muchlishon

Editor: Fathoni Ahmad