Pemerintah Sri Lanka Kremasi Paksa Jenazah Covid-19, Muslim Marah
NU Online · Kamis, 17 Desember 2020 | 06:00 WIB

Petugas membawa jenazah korban Covid-19 untuk dikremasi di Kolombo, Sri Lanka pada Jumat, 11 Desember 2020. (Foto: AP/Eranga Jayawardena)
A Muchlishon Rochmat
Penulis
Kolombo, NU Online
Pemerintah Sri Lanka menerapkan kebijakan mengkremasi semua jenazah pasien Covid-19, bahkan jika mereka adalah Muslim. Kebijakan ini menyulut kemarahan umat Islam di Sri Lanka. Pasalnya, kremasi jenazah bertentangan dengan ajaran Islam, serta melawan keinginan keluarga. Di dalam Islam, jenazah harus dikuburkan dan dihadapkan ke arah kiblat (Ka’bah).
Selama akhir pekan kemarin, anggota masyarakat mengikat ribuan pita putih di gerbang pemakaman di mana krematorium berada. Namun pada Senin pagi, pita-pita itu dibersihkan oleh pihak berwenang. Ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kebijakan pemerintah Sri Lanka yang dinilai tidak manusiawi.
Diberitakan France24, Senin (14/12), Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan aturan ini pada April lalu, setelah para biksu Buddha yang berpengaruh khawatir bahwa mayat yang dikubur bisa mencemari air tanah dan menyebarkan virus. Atas dasar itu, otoritas kesehatan Sri Lanka yang mayoritas beragama Buddha bersikeras bahwa semua jenazah pasien Covid-19 harus dikremasi, meski dia seorang Muslim.
Pekan lalu, Mahkamah Agung Sri Lanka memerintahkan agar 19 Muslim yang meninggal dikremasi, setelah keluarga dari mereka menolak mengklaim jenazah kerabatnya dari kamar mayat Kolombo.
Sejauh ini, seperti dilaporkan BBC, Kamis (17/12), setidaknya ada 85 korban Covid-19 yang merupakan Muslim, termasuk seorang bayi yang baru berusia 20 hari, yang sudah dikremasi atau dibakar mayatnya hingga menjadi abu secara paksa. Disebutkan, kremasi akan tetap dilakukan meski keluarga menolak menandatangani surat persetujuan untuk kremasi.
Menurut keterangan Dewan Muslim Sri Lanka, mayoritas korban virus corona di negara itu adalah Muslim—meski mereka minoritas. Dilaporkan, Muslim di Sri Lanka hanya 10 persen dari total populasi (21 juta jiwa). Sejak Oktober, kasus Covid-19 di Sri Lanka naik 10 kali lipat menjadi 32.790 kasus dan 152 kematian.
Juru bicara Dewan Muslim Sri Lanka, Hilmy Ahamed, mengatakan, umat Islam di Sri Lanka takut meminta dan mencari bantuan medis karena mereka tidak ingin dikremasi ketika meninggal. Sebetulnya, sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penguburan korban Covid-19 bisa dilakukan dan harus diizinkan asalkan disertai dengan tindakan pencegahan. Namun, otoritas Sri Lanka tetap bersikukuh menerapkan kebijakan kremasi.
Kebijakan Sri Lanka itu mengundang reaksi keras dari komunitas internasional. Bulan lalu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mendesak pemerintah Sri Lanka untuk mengizinkan umat Islam di sana menguburkan anggota keluarganya yang terinfeksi Covid-19, sesuai kewajiban agama mereka.
“Melawan praktik ini (kremasi), yang dilarang dalam Islam, OKI menyerukan penghormatan terhadap upacara pemakaman dalam keyakinan Islam,” kata OKI dalam sebuah pernyataannya.
Koordinator Residen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Ibu Kota Sri Lanka, Kolombo, Hanaa Singer, juga mendesak pemerintah Sri Lanka agar meninjau kembali kebijakan yang dikeluarkannya itu. Menurutnya, tidak ada bukti yang mendukung bahwa orang yang meninggal akibat penyakit menular harus dikremasi untuk mencegah penyakit menular maka.
Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua