Internasional

Mogok Makan Selama 103 Hari, Warga Palestina Dibebaskan Israel

Sab, 28 November 2020 | 01:35 WIB

Mogok Makan Selama 103 Hari, Warga Palestina Dibebaskan Israel

Maher al-Akhras mendapat perawatan di rumah sakit setelah melakukan aksi mogok makan selama 103 hari (Foto: Anadolu Agency)

Jakarta, NU Online

Otoritas Israel membebaskan seorang warga Palestina yang melakukan mogok makan selama 103 hari pada Kamis (26/11). Mogok makan tersebut, menurut Klub Tahanan Palestina, untuk memprotes aturan Israel yang mengizinkan penahanannya tanpa dakwaan.


Maher al-Akhras ditangkap karena diduga menjadi anggota kelompok milisi. Ia dipindahkan dari Rumah Sakit Tel Aviv ke Rumah Sakit Universitas Al-Najah Nablus di Tepi Barat yang diduduki.

 


"Keputusan untuk melepaskannya kembali ke rumah akan mengikuti penilaian medis atas kondisinya," ujar Direktur Medis Rumah Sakit Al-Najah, Abdul-Karim Al-Barqawi dikutip dari Al Arabiya.


Akhras, 49, ditangkap di dekat Nablus pada Juli dan dimasukkan ke penahanan administratif. Kebijakan ini digunakan Israel untuk menahan tersangka militan tanpa dakwaan.

 

Para aktivis kemanusiaan Israel melakukan protes untuk membebaskan Maher Akhras. (Foto: Ahmad Gharabli/AFP)

 

Dia diduga terkait dengan kelompok bersenjata Palestina, Jihad Islam, yang dicap sebagai kelompok teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Ayah enam anak itu melakukan puasa untuk memprotes perintah penahanan empat bulan yang akan berakhir pada 26 November.

 


Akhras, yang telah ditangkap oleh Israel beberapa kali sebelumnya, mengakhiri aksi mogok makannya setelah otoritas Israel berkomitmen untuk tidak memperpanjang penahanannya melebihi tanggal tersebut.

Kebijakan penahanan administratif Israel, yang diwarisi dari mandat Inggris di Palestina, memungkinkan penahanan tahanan tanpa biaya untuk periode yang dapat diperpanjang hingga enam bulan setiap kali.

 


Israel mengatakan prosedur itu memungkinkan pihak berwenang untuk menahan tersangka dan mencegah serangan sambil terus mengumpulkan bukti. Tapi sejumlah kritikus dan kelompok hak asasi mengatakan sistem itu disalahgunakan.


Menurut kelompok hak asasi manusia Israel, B'Tselem, sekitar 355 warga Palestina ditahan dalam perintah penahanan administratif pada Agustus, termasuk dua anak di bawah umur.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon