Internasional

Konflik di Laut Merah Memanas, Pengamat: Dampak Kesewenang-wenangan Amerika yang Mendukung Israel

Sel, 16 Januari 2024 | 21:00 WIB

Konflik di Laut Merah Memanas, Pengamat: Dampak Kesewenang-wenangan Amerika yang Mendukung Israel

Anggota pasukan Houthi menyerbu area kokpit dari sebuah kapal yang berlayar di Laut Merah, dalam foto yang dirilis pada 20 November 2023. (Foto: Houthi Military Media/Handout via Reuters)

Jakarta, NU Online

Konflik antara Houthi Yaman dengan Amerika Serikat dan Inggris kian memanas. Konflik ini bermula ketika kelompok Houthi menyerang kapal bantuan Israel yang bernavigasi di seputaran Laut Merah.


Sebagai respons, Amerika Serikat dan Inggris kemudian melancarkan serangan balasan terhadap Houthi Yaman pada Kamis (11/1/2024) malam hingga Jumat (12/1/2024). Konflik ini mengarah pada eskalasi pertempuran yang tak dapat dielakkan.


Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia M Luthfi Zuhdi menilai, permasalahan tersebut memiliki akar dari kebijakan Amerika yang dianggapnya terlalu membabi-buta dalam mendukung Israel.


"Ini dampak dari kesewenang-wenangan Amerika itu sendiri yang terlalu membabi buta mendukung Israel," kata Luthfi kepada NU Online, Selasa (16/1/2024).


Pemberian kelonggaran kepada Israel untuk bertindak semena-mena tanpa hambatan menghasilkan respons berbagai tindakan perlawanan yang menentang kebijakan tersebut.


"Israel dibebaskan untuk melakukan apa saja tidak ada yang bisa menghentikan, sehingga muncul-lah separatis-separatis yang berani melakukan langkah-langkah penentangan terhadap hal tersebut," tuturnya.


Menurutnya, serangan Amerika Serikat dan Inggris terhadap Houthi Yaman juga tidak serta-merta menyelesaikan masalah.


Serangan terbaru yang melibatkan Amerika Serikat, Inggris, dan sekutunya tidak cukup untuk menghentikan serangan Houthi. Luthfi menilai, Houthi telah menunjukkan ketahanannya, terbukti sejak serangan koalisi sebelumnya yakni aliansi negara-negara Islam anti-terorisme yang dipimpin Saudi Arabia.


"Serangan militer Amerika maupun koalisi dengan Inggris dan beberapa negara lainnya ini juga tidak akan menghentikan serangan Houthi," jabarnya.


Houthi, yang menyatakan dukungannya terhadap Palestina di Gaza, berupaya dengan melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel yang bernavigasi di Laut Merah.


Laut Merah atau disebut juga Laut Teberau merupakan teluk besar di sebelah barat Jazirah Arab yang memisahkan benua Asia dengan Afrika. Jalur ke laut di selatan melewati Babul Mandib dan Teluk Aden sedangkan di utara terdapat Semenanjung Sinai, Teluk Suez dan Teluk Aqaba.


"Houthi ingin membela Palestina di Gaza. Oleh karena itu, yang diserang adalah kapal berbendera atau pun yang menuju Israel, tetapi akhirnya beberapa milik Amerika juga diserang," ucapnya.


Menurut Luthfi, hukum internasional melarang tindakan semacam itu. Namun, ia juga mengingatkan bahwa Israel melakukan pelanggaran serupa. 


"Tentu ini adalah penyerangan kapal yang melewati jalur internasional dan secara hukum internasional itu pelanggaran," katanya.


Luthfi menyoroti pentingnya mencari solusi damai dan membicarakan masalah tersebut. Dengan persiapan Houthi yang sudah terlihat dari serangan sebelumnya, serangan militer tidak selalu menjadi solusi yang efektif dan bahwa mencari solusi diplomatik mungkin menjadi jalan yang lebih bijak.


"Meskipun ini merupakan pelanggaran terhadap pelayaran internasional, tapi itulah perang. Tentu kita sebagai bangsa yang cinta damai menghendaki semuanya untuk menghentikan perang dan bicara secara baik untuk menyelesaikan banyak hal yang bisa dibicarakan," pungkasnya.