Wawancara

Amerika Ingin Selalu Dimengerti, Tapi Tidak Pernah Mau Mengerti

Rab, 19 April 2006 | 14:05 WIB

Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, 13-17 April lalu berkunjung Iran. Turut bersamanya salah satu Ketua PBNU, Rozy Munir dan Ketua PWNU Jawa Timur Ali Maschan Moesa. Apa saja yang dilakukan rombongan PBNU. Berikut petikan wawancara Moh Arief Hidayat dari NU Online dengan KH Hasyim Muzadi, di kantor PBNU, Selasa, 18 April lalu.
 
Selama di Iran, apa yang dilakukan dalam kunjungan tersebut?

Saya datang ke Iran untuk bertemu dengan beberapa ulama terkait dengan akan diselenggarakannya International Conference of Islamic Schoolars (ICIS) II, 20 Juni mendatang. Di sana saya ketemu dengan Rektor Universitas Takribul Madzahib (Universitas Pendekatan Madzhab-madzhab) Syekh Ali Attasykhiri, Dr Muchsin dan Dr Ali Bari. Keperluannya, mereka akan kita undang untuk kita mintai pendapatnya, bagaimana untuk mengurangi ketegangan atau konflik antara Syi’ah dan Sunni, baik yang terjadi di Pakistan maupun Irak.

<>

Apakah ulama Sunni dan Syi’ah diundang?

Di ICIS II yang akan datang kita mengundang ulama Irak dan Pakistan. Kedua belah pihak, baik Syiah, maupun Sunni kita undang, serta mereka ulama yang sangat mengerti tentang Irak, walaupun bukan orang Irak. Kita akan membahas bersama masalah ketegangan Sunni dan Syi’ah itu. Jadi, dalam ICIS II nanti kita ingin berbuat sesuatu agar sesama muslim tidak terjadi konflik.

Apakah dalam pertemuan itu, dibahas juga soal ketangangan antara Iran dan Amerika Serikat terkait program nuklir yang dikembangkan Iran?

Soal ketegangan AS-Iran, saya melihat ada ketidakpercayaan dari Barat bahwa Iran itu membuat nuklir hanya untuk perdamain atau teknologi. Barat tidak percaya. Sedangkan tanda-tanda menunju nuklir secara indikatif juga belum ada, nuklir dalam arti senjata atau kepentingan militer. Tetapi Iran ini sudah terlanjur tidak dipercaya sebagai sebuah negara oleh Amerika. Masalahnya itu adalah antrust saja, yaitu ketidakpercayaan.

Apa saja yang Anda sampaikan kepada Ahmadinejad?

Waktu saya tanya, Ahmadinejad menjamin bahwa nuklirnya itu tidak akan menjadi militer. Alasan dia rasional, andai nuklir menjadi senjata, tidak ada seorang pun di dunia yang pernah berani menggunakannya. Belum pernah terjadi ada negara yang berani menggunakannya. Nah, untuk apa saya (Ahmadinejad) membuat senjata yang saya sendiri tidak berani menggunakannya. Itu logika Ahmadinejad. Dan kenyataannya memang tidak ada negara yang mempunyai senjata nuklir yang berani menggunakannya, apakah itu Pakistan, India, Cina atau Israel sendiri.

Apa lagi yang dikatakannya?

Dia juga mengatakan, adalah hak setiap negara untuk melakukan pengembangan teknologi, termasuk nuklir. Ada apa mesti dikaitkan dengan senjata nuklir. Mengapa Iran tidak diberi kebebasan sebagaimana mestinya negara yang merdeka. Lantas, Ahmadinejad bertanya kepada saya yang kemudian saya jawab, adalah setiap hak setiap negara untuk mengembangkan teknologinya untuk kepentingan bangsanya, tidak terkecuali teknologi nuklir, asalkan tidak digunakan untuk senjata nuklir. Karena untuk penggunaan senjata nuklir ada aturan tersendiri secara internasional. Ahmadinejad juga mengatakan bahwa Iran belum perlu senjata nuklir.

Apakah penghentian bantuan Amerika untuk Palestina ada kaitannya dengan Iran?

Penghentian bantuan Amerika dan negara-negara Barat untuk rakyat Palestina benar-benar bertentangan dengan kemanusiaan. Kelihatannya negara-negara Islam mulai tersentuh memberikan bantuan, sekalipun tidak sebesar bantuan yang lalu. Saya dengar Iran juga membantu $ 50 juta.

Lalu, kenapa di Palestina itu kelompok garis keras (Hamas) menang? Itu karena Amerika tidak mau mengerti terhadap kebaikan garis moderat. Selama 40 tahun Palestina dipimpin Yasser Arrafat. Dia itu kan sangat moderat, mau berunding dan segala macam. Tapi toh, berujung dengan kegagalan. Bahkan ia harus mati di negeri musuhnya. Sehingga rakyat Palestina mengambil kesimpulan, tidak ada gunanya lagi menggunakan jalan moderasi. Nah, opini yang berkembang semacam ini membuat Hamas menang di dalam pemilihan umum. Karena Hamas menang dalam pemilihan umum, Amerika dan Israel berang.

Sebenarnya, kalau saja Israel dan AS mau mengerti terhadap garis moderat itu, tentu tidak akan kepegang garis keras. Dan itu juga berlaku bagi Iran. Karena apa yang dilakukan oleh Rafsanjani, Khatami, itu tidak membuahkan suatu pengertian apapun. Sama juga dengan negara-negara di Amerika Latin, seperti Venezuela, Brazil atau Bolivia.

Mengapa begitu?

Amerika memang tidak terbiasa untuk mengerti keadaan orang lain. Saya kira di Indonesia juga mempunyai kecenderungan ke sana. Karena yang moderat tidak diperhatikan, hanya di puji-puji saja, kemudian penetrasi budaya meningkat begitu rupa, sehingga orang terpicu bikin RUU APP (Rancangan Undang Undang Antipornografi dan Pornoaksi) dan bikin Playboy juga.

Adany