Internasional

Kisah Lebaran Mahasiswa Indonesia di Malaysia Saat Pandemi Corona

Ahad, 16 Mei 2021 | 18:00 WIB

Kisah Lebaran Mahasiswa Indonesia di Malaysia Saat Pandemi Corona

Diaspora Indonesia di Malaysia. (Foto: Istimewa)

Hari raya Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi umat Islam yang telah menjalani puasa wajib di bulan sakral yang penuh dengan bonus pahala dan keutamaan berlimpah. Tidak sedikit orang yang mendapatkan ketenangan serta keberuntungan  pada bulan spesial tersebut (baca: ramadhan). Bahkan, salah satu keberuntungan itu ialah bertambahnya rezeki dalam bentuk materi.


Peningkatan rezeki itu bisa menjadi hiburan tersendiri bagi orang-orang yang sudah lama terpengaruh perekonomiannya selama pandemi Covid-19. Tidak terkecuali bagi para mahasiswa non beasiswa yang mengadu nasib di Malaysia. Terlebih lagi, kesempatan mudik pada Lebaran kali ini sangat sulit terjadi karena adanya syarat yang harus dipatuhi ketika hendak masuk kembali ke tanah Melayu ini.


Bukanlah mahasiswa Indonesia jika tidak bisa membuat situasi apapun menjadi asyik dan berarti. Di saat teman yang lain bisa merayakan Lebaran di Tanah Air bersama keluarga masing-masing, masih ada beberapa mahasiswa yang terdampar di Negeri Jiran. Namun demikian, sikap lapang dada serta qana’ah senantiasa tertanam dalam benak mahasiswa Indonesia, sehingga mampu menyikapi kondisi yang ada dengan bijaksana. 


Pada malam takbiran di salah satu lokasi di Kuala Lumpur, yaitu di area Pantai Permai, Pantai Dalam, Bukit Angkasa, dan sekitarnya, beberapa kali terlihat kembang api menghiasi pemandangan malam itu. Suara kembang api itu saling susul-menyusul dan terjadi berulang kali hingga larut malam.


Selain itu, suara takbiran yang khas seperti halnya di Indonesia juga terdengar jelas di area rumah. Takbiran dengan pengeras suara ini mulai dilantunkan setelah shalat Maghrib dan berlangsung kurang lebih dua jam saja. Takbir keliling yang biasa diadakan di berbagai wilayah di Tanah Air juga tidak nampak di sini.


Di samping karena faktor MCO (Movement Control Order) atau perintah kawalan pergerakan, takbir keliling juga bukan merupakan tradisi yang dilakukan untuk menyambut hari Lebaran di wilayah persekutuan Kuala Lumpur dan Selangor. Namun demikian, suasana malam lebaran tersebut sudah cukup membedakan dari malam-malam biasanya.


Shalat Id di rumah
Shalat Id yang biasa dilakukan di masjid atau lapangan pada tahun ini tidak seperti ketika Lebaran dalam kondisi normal. Hal ini tidak terlepas adanya imbauan dari Kerajaan Malaysia yang menyerukan pembatasan sosial dan patuhi protokol kesehatan. Jumlah jamaah shalat Id di masjid-masjid sebelumya sudah dikondisikan. Bahkan, agenda shalat Id yang sedianya diselenggarakan di KBRI Kuala Lumpur juga harus dibatalkan karena mengikuti arahan pemerintah setempat.


Berkenaan dengan berlakunya lockdown kali kedua di Kuala Lumpur, mahasiswa Indonesia yang tidak pulkam (pulang kampung) berinisiatif mengadakan shalat Id berjamaah di rumah kontrakan. Shalat Id ala mahasiswa Indonesia ini tetap berjalan dengan khidmat. Jamaah terdiri dari beberapa mahasiswa dan PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang merupakan tetangga rumah sebelah.


Shalat Id di rumah ini serasa shalat di Masjid Jami’, karena yang menjadi imam adalah seorang penghafal Al-Qur’an alumnus Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta. Sementara khatibnya alumnus Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo Jawa Timur. Beberapa kawan mahasiswa Indonesia yang lain juga melakukan hal serupa, yakni mengadakan shalat Id di rumah dengan jamaah yang terdiri dari rekan-rekan mahasiswa terdekat.


Yasinan, Pengganti Ziarah Kubur
Yasinan (membaca surah Yasin) dan Tawassulan (mengirim hadiah Fatihah) merupakan tradisi yang tidak bisa lepas dari warga Nahdliyin di manapun berada. Setelah khutbah Id selesai, teman-teman bersepakat untuk Yasinan disertai Tawassulan kepada Rasulullah SAW, orang tua, para guru, terutama ditujukan untuk arwah keluarga yang sudah mendahului kira. Ini dilakukan sebagai pengganti tradisi ziarah kubur ketika lebaran di Tanah Air.


Rekan-rekan mahasiswa sangat yakin bahwa berkah bacaan surah Al-Fatihah dan Yasin akan sampai kepada orang-orang yang disebutkan. Yasinan juga bisa dijadikan washilah untuk birrul walidain dan menjaga tradisi Nahdliyin di tanah Melayu. Setelah yasinan selesai, dilanjutkan sesi ramah-tamah, saling bermaaf-maafan, dan foto bersama.


Lebaran saat lockdown kali kedua lebih senyap dari tahun kemarin. Rekan-rekan dan kerabat Indonesia yang berada di Malaysia, kebanyakan lebih memilih berdiam diri di rumah. Masing-masing saling berkunjung dan berbagi kabar via medsos. Adanya aturan yang lebih ketat selama PKP (Perintah Kawalan Pergerakan) oleh Kerajaan Malaysia dan ancaman denda yang besar ternyata efektif mengurangi pergerakan warganya, termasuk WNI.


Tingkat ketaatan warga negara Malaysia terhadap perintah atau aturan yang ditetapkan oleh kerajaan patut diapresiasi. Kedewasaan masyarakat di sini terbilang baik. Mereka bisa memahami bahwa aturan yang ditetapkan adalah demi kebaikan bersama, untuk kemaslahatan orang banyak, terutama untuk memutus mata rantai Covid-19.    


Walaupun tahun ini lebih dominan merayakan Lebaran di rumah, tapi esensi kebersamaan, menjaga silaturahim, dan tradisi Lebaran ala Indonesia tetap harus dilestarikan. Dengan melestarikan tradisi lebaran yang mulia ini di manapun berada, harapannya bisa memberi energi positif bagi sekitar. (*)


Hanif Mudzofar
Aktivis PCINU Malaysia