Pertemuan Erdogan dan Presiden Israel Bahas Kerjasama Politik dan Energi
NU Online · Jumat, 11 Maret 2022 | 06:00 WIB
Muhammad Faizin
Penulis
Ankara, NU Online
Pertemuan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden Israel, Isaac Herzog menjadi momentum penting terbangunnya kembali hubungan kedua negara tersebut setelah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami kerenggangan. Ketidakharmonisan sejak 2018 ini berawal dari kebijakan Turki mengusir duta besar Israel dari negaranya, buntut tindakan pasukan Israel yang menewaskan 60 warga Palestina dalam demonstrasi di Jalur Gaza.
Namun pada Rabu (9/3/2022), ke dua pimpinan negara tersebut bertemu di Ankara, Turki untuk menghidupkan kembali komunikasi antar dua negara tersebut. Dilansir dari Reuters, pertemuan tersebut membahas dimulainya lagi dialog politik dan kerjasama di bidang energi.
Pertemuan ini merupakan upaya kerjasama yang memungkinkan Turki menjalankan operasi pengeboran dan kapal seismik di Mediterania dan Laut Hitam. Selain itu terbuka kemungkinan juga kerjasama untuk mengirimkan gas alam Israel ke Eropa sehingga mampu mengurangi ketergantungan Eropa terhadap komoditas dari Rusia.
“Saya pikir ini adalah kesempatan untuk menghidupkan kembali kerja sama tentang topik energi yang telah dimulai sebelumnya,” kata Erdogan, merujuk pada kegiatan pengeboran dan kapal seismik Turki di Mediterania dan Laut Hitam.
Erdogan mengatakan sebelumnya kedua negara dapat bekerja sama untuk membawa gas alam Israel ke Eropa, menghidupkan kembali ide yang pertama kali dibahas lebih dari 20 tahun yang lalu.
Pasokan gas dari Mediterania dapat mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia, menyusul invasi Rusia ke Ukraina dan seruan berikutnya dari para pemimpin Eropa untuk mengurangi ketergantungan benua itu pada Moskow. Seperti diketahui, saat ini sedang terjadi ketidakstabilan kondisi di daerah tersebut akibat konflik peperangan antara Rusia dan Ukraina.
Rencana untuk pipa bawah laut dari Mediterania timur ke Eropa, tidak termasuk Turki, terhenti setelah Amerika Serikat menyatakan keraguan pada Januari. Herzog mengatakan kedua negara harus sepakat bahwa mereka tidak akan setuju dalam segala hal.
"Tetapi kami akan bercita-cita untuk menyelesaikan ketidaksepakatan kami dengan saling menghormati dan niat baik, melalui mekanisme dan institusi yang tepat, yang akan kami kembangkan bersama, dan dengan pandangan bersama pada masa depan bersama," katanya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
Gaji dan Tunjangan yang Terlalu Besar Jadi Sorotan, Ketua DPR: Tolong Awasi Kinerja Kami
3
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
4
Prabowo Minta Proses Hukum Berjalan Sepenuhnya untuk Wamenaker yang Kena OTT KPK
5
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
6
Pemerintah Berencana Tambah Utang Rp781,9 Triliun, tapi Abaikan Efisiensi Anggaran
Terkini
Lihat Semua