Internasional

Grand Syekh Al-Azhar Angkat Bicara soal Pemenggalan Seorang Guru di Prancis

Kam, 22 Oktober 2020 | 03:30 WIB

Grand Syekh Al-Azhar Angkat Bicara soal Pemenggalan Seorang Guru di Prancis

Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad al-Thayeb (kiri), saat berkunjung ke Gedung PBNU pada 2018 lalu. (Foto: dok. istimewa)

Roma, NU Online
Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad al-Thayeb, mengecam aksi pemenggalan guru yang terjadi di Prancis. Namun di sisi lain, ia menegaskan bahwa menghina agama atas nama kebebasan berbicara adalah sebuah ‘undangan untuk kebencian’. 


Demikian disampaikan Syekh al-Thayeb dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin Kristen, Yahudi, dan Budha—termasuk Paus Fransiskus dan Kepala Rabi Prancis Haim Korsia- di Capitol Square Roma, Italia, pada Selasa (20/10). Para pemimpin agama ini berkumpul untuk menandatangani sebuah seruan bersama untuk perdamaian.


Ia menyebut, Islam tidak ada sangkut pautnya dengan pemenggalan seorang guru Prancis, Samuel Paty, pada Jumat lalu. “Sebagai seorang Muslim dan Syekh al-Azhar, saya menyatakan bahwa Islam, ajarannya, dan Nabi Muhammad tidak bersalah atas kejahatan teroris yang keji ini,” kata Syekh al-Thayeb, dilansir laman Alarabiya, Rabu (21/10).


“Tapi di saat yang sama, saya menekankan bahwa menghina agama dan menyerang simbol sucinya dengan dalih kebebasan berekspresi adalah sebuah standar ganda intelektual dan undangan terbuka untuk kebencian,” tegasnya. 


Lebih lanjut, Grand Syekh menuturkan bahwa seorang teroris tidak berbicara dan mewakili suatu agama tertentu. Dia menghubungkan apa yang terjadi di Prancis ini dengan kejadian teroris di Selandia Baru.

 

“Teroris ini tidak berbicara untuk agama Nabi Muhammad (Islam), sama seperti teroris di Selandia Baru yang membunuh Muslim di masjid berbicara untuk agama Yesus,” jelasnya.


Sebagaimana diketahui, seorang guru di Prancis, Samuel Paty (47), diserang dan dibunuh oleh seorang pria berusia 18 tahun yang lahir di Moskow dan berdarah Chechnya, Abdullakh Anzorov, dalam perjalanan pulangnya dari sekolah menengah pertama di mana dia mengajar di Conflans-Sainte-Honorine, dekat Paris pada Jumat, 16 Oktober, pukul 17.00 waktu setempat.

 

Sebelumnya, Paty menunjukkan kartun kontroversial Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas. Hal itu membuat marah seorang wali murid dan kemudian dia menggalang kampanye online untuk melawan guru tersebut. Semenjak itu, Paty telah menjadi sasaran ancaman daring.


Terkait dengan insiden tersebut, polisi setempat telah menangkap 16 orang, termasuk empat keluarga Anzorov.
 

Pada September lalu, majalah satire Prancis Charlie Hebdo memutuskan untuk mencetak ulang kartun Nabi Muhammad. Keputusan itu dikecam dunia Islam, termasuk Universitas Al-Azhar Mesir. 


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad