Internasional

Bahtsul Masail, Enam PCINU Telekonferensi via Skype

NU Online  ·  Jumat, 17 Juli 2015 | 01:00 WIB

Amsterdam, NU Online
Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda kembali menyelenggarakan forum bahtsul masail bekerja sama dengan Persatuan Pemuda Masyarakat Eropa (PPME) al-Ikhlash Amsterdam dan PCINU Maroko, Kamis (16/7) waktu setempat. Bahtsul masail tahap dua ini merupakan kelanjutan dari Bahtsul masail pertama pada 27 Juni 2015 di Aula PPME Amsterdam al-Ikhlash, Saaftingestraat 312, Amsterdam, Belanda.
<>
Peserta bahtsul masail (musyawirin) terbagi dalam dua kategori, yakni para alim ulama PCINU Belanda dan masyarakat Muslim Amsterdam yang hadir langsung di tempat; dan kedua, peserta yang menggunakan media telekonferensi via media sosial Skype. Yang disebut terakhir antara lain adalah Muhammad Tohe dari PCINU America dan Kanada, Nanang Suprayogi dari PCINU Belgia, Dimas Darmowijoyo dari PCINU Swedia, dan Ayman Al-Akiti dari PCI NU Maroko.

Diskusi keagamaan kali ini mengupas tiga topik hangat, yakni, pertama, bagaimana menjalankan ibadah puasa pada saat musim panas di wilayah yang berada di atas 48 derajat garis lintang utara atau selatan? Kedua,  bagaimana menjalankan ibadah shalat di wilayah yang berada di atas 45 derajat lintang utara atau selatan? Ketiga, bagaimana menghilangkan keragu-raguan jika bersuci menggunakan tisu di toilet umum pada masyarakat Eropa?

Sidang bahtsul masail dipimpin Katib Suriyah PCINU Belanda Ustadz Muhammad Shohibudin Sifatar. Menurutnya, bahtsul masa'il kedua ini berlangsung sangat dinamis, terutama pada saat pembahasan hukum waktu puasa di negara yang mengalami durasi siang sangat panjang.

“Pendapat-pendapat ulama kontemporer cenderung menjadi rujukan para peserta karena di terdapat fatwa dari hasil konferensi internasional di Dublin yang dikeluarkan oleh The European Council for Fatwa and Research (ECFR), sebuah lembaga yang melibatkan para ulama, ahli fiqih, psikolog, dokter, dan ahli falak," ujarnya.

Shohib, sapaannya, memaparkan deskripsi permasalahan yang diangkat. Ia mengatakan, sebagai gambaran umum pada musim (summer), wilayah tertentu mengalami durasi siang sangat panjang, mencapai 18 hingga 23 jam. Beberapa wilayah di atas 50 derajat garis lintang, bahkan tanda waktu Isya’ (matahari lebih rendah 8 atau lebih dari horizon/ufuq) terjadi sangat belakangan sehingga waktu yang tersedia antara shalat Isya’ dan waktu fajar amat singkat sekali.

“Di wilayah dengan karakteristik semacam ini tinggal puluhan juta Muslim yang tersebar di berbagai negara non-Muslim. Beberapa pemerintah daerah di negara-negara tersebut juga telah melarang para siswa/pekerja menjalankan puasa dalam jangka waktu sepanjang itu karena alasan kesehatan."

Dari hasil bahtsul masail, dengan demikian, realitas umat Islam yang saat ini telah mengalami peningkatan di negara-negara di benua Eropa dapat melaksanakan puasa di musim Summer dibedakan menurut tiga area (manthiqah). Yaitu, Area I yang terletak antara 45 derajat hingga 48 derajat garis lintang utara atau selatan. Umat Islam di sini wajib menjalankan puasa secara normal dari sejak fajar hingga tenggelam matahari.

Area II yang terletak antara 48 derajat hingga 66 derajat garis lintang utara atau selatan. Di wilayah ini waktu puasa di-qiyas-kan pada lokasi terdekat di Area I di mana tanda-tanda waktu fajar dan tenggelam matahari bisa dikenali dengan jelas. Dan Area III yang terletak di atas 66 derajat garis lintang utara atau selatan, waktu 24 jam dibagi dua seperti pada lokasi yang berada di 45 derajat garis lintang utara atau selatan. (Kusnadi/Mahbib)