Sejak tahun 1943, Jepang mendakan latihan ulama dan guru madrasah seluruh Indonesia bertempat di Jakarta. Mereka dilatih selama satu bulan. Kemudian disusul latihan selanjutnya secara bergelombang.
Kiai Mu’awan adalah salah seorang yang ikut dalam pelatihan itu. Ketika diadakan latihan kemiliteran, kira-kira 100 orang ulama dipecah menjadi dua pasukan. Yang satu jadi penyerang benteng, sisanya jadi pembela. Kiai Mu’awan kebetulan sebagai komandan pembela benteng.
<>
Ketika pasukan penyerang masih dalam jarak jauh, kiai Mu’awan memberi perintah kepada anak buahnya untuk duduk santai sambil ngobrol dan merokok. Alasannya, toh musuh masih jauh.
Begitu terdengar hiruk-pikuk pasukan penyerang mendekati benteng, dia segera memberi aba-aba bersiap. Tapi kemudian ia memberi aba-aba lain,
“Jika pasukan penyerang mendekati benteng, segera saja menyerah dan angkat tangan.”
Buat apa capek-capek bertempur, orang tua kok disuruh bertempur. Ini Jepang harus diakali. Kalau dua pasukan kiai-kiai, yang orang tua-tua ini bertempur, bisa jadi gotongan nantinya. Menyerah saja, biar latihan lekas bubar,” jelasnya.
Ditukil dari “Guruku Orang-orang dari Pesantren”, karya KH. Saifuddin Zuhri
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
Gaji dan Tunjangan yang Terlalu Besar Jadi Sorotan, Ketua DPR: Tolong Awasi Kinerja Kami
3
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
4
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
5
Prabowo Minta Proses Hukum Berjalan Sepenuhnya untuk Wamenaker yang Kena OTT KPK
6
Pemerintah Berencana Tambah Utang Rp781,9 Triliun, tapi Abaikan Efisiensi Anggaran
Terkini
Lihat Semua