Fragmen

Ragam Penulisan Nama KH Mahfudz Shiddiq dan Tanggal Wafatnya

Sel, 14 Juli 2020 | 11:00 WIB

Ragam Penulisan Nama KH Mahfudz Shiddiq dan Tanggal Wafatnya

KH Mahfudz SHiddiq, Ketua Umum PBNU 1937-1944

Hari ini 14 Juli. Jika kita buka Ensiklopedia NU; Sejarah, Tokoh, dan Khazanah Pesantren pada bagian kronik di jilid pertama, akan menemukan data bahwa salah seorang tokoh besar NU, alamaghfurlah KH Mahfudz Shiddiq wafat di tanggal tersebut. Namun, sepertinya ada kekeliruan terkait data itu. 


Sebelum membahas tanggal wafatnya, mari kita meneliti penulisan namanya. Pasalnya ada beberapa versi sebagaimana terjadi kepada almaghfurlah Rais Aam PBNU 2000-2014. Penulisan yang betul adalah KH Sahal Mahfudh. Jika dicek di Google banyak yang menulis Mahfudz.

 

Terkait nama KH Mahfudz Shiddiq, Ensiklopedia NU yang diterbitkan PBNU tersebut menulis namanya Mahfudz Siddiq. NU Online di beberapa artikelnya menulis Mahfudz Shiddiq, sementara Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah, terbitan Kalista (2007) menulis Machfudz Siddiq. 


Jika ditelusur lebih jauh, namanya tercantum dengan penulisan KH Machfoedz Shiddieq. Penulisan itu tertera di majalah Berita Nahdlatoel Oelama (BNO) No 1 tahun 9, 1 November 1939. Jika dicek di edisi selanjutnya, namanya tertulis sama. Misalnya BNO No 2 tahun 9, 15 November 1939. 


Namun, jika dicek pada edisi lebih tua majalah itu, namanya tertulis berbeda-beda pula. Misalnya BNO tahun ke-5 1 Januari 1936, di bagian hoofd redactur, tertulis Mahfoed Siddik. Pada BNO No 6 tahun ke-5 edisi 15 Januari 1936, tertulis Machfoedz Siddik. Di edisi selanjutnya pada BNO No 7 tahun ke-5 edisi 1 Februari 1936, namanya berubah lagi menjadi Machfoed Siddiq. Mungkin di edisi selanjutnya juga bisa jadi ada perbedaan penulisan. 


Meski demikian, perubahan dan perbedaan penulisan nama itu, tidak mempengaruhi apa-apa terhadap kebesaran namanya. Semuanya mengacu kepada satu orang, kiai asal Jember, Jawa Timur, santri Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, kakak kandung dari Rais Aam PBNU almaghfurlah KH Ahmad Shiddiq yang berperan besar dalam agenda NU kembali khittah pada 1984. 


Perbedaan nama itu tetap mengacu kepada satu orang saja, kiai yang lahir pada 10 Mei 1907 M (27 Rabi’ul Awwal 1325 H) dari pasangan KH Muhammad Siddiq dan Nyai Hj Maryam. 


Perbedaan penulisan nama itu mengacu kepada satu nama, kiai yang menjadi Ketua Umum PBNU pada muktamar ke-12 tahun 1937 di Malang, berturut-turut terpilih lagi pada muktamar tahun 1939 di Menes, Pandeglang, tahun 1938 di Magelang, dan terakhir di Surabaya tahun 1940.


Perbedaan penulisan nama itu tidak mempengaruhi atas kreativitas dan pikirannya. Dialah yang merumuskan Mabadi Khaira Ummah Nahdlatul Ulama. 


Perbedaan penulisan nama itu tidak tidak mempengaruhi kebesaran jasanya. Tidak hanya kepada NU, tapi terhadap umat Islam Ahlussunah wal Jamaah di Indonesia, umat Islam yang mengikuti mazhab empat. Dia menulis secara serial tentang Al-Ijtihad wa Taqlid di Berita Nahdlatoel Oelama, majalah yang dipimpinnya. 

 

KH Mahfudz Shiddiq wafat pada umur yang masih muda, 37 tahun, yakni 1 Januari 1944. Pada tahun ini, menurut Ensiklopedia NU semua organisasi telah dibekukan Jepang, termasuk NU, kecuali Masyumi yang NU berada di dalamnya. Pada saat meninggal, Kiai Mahfudz masih menjadi ketua HBNO. 

 

Terkait tangal meninggalnya, ada yang tidak konsisten pada Ensiklopedia NU. Pada bagian kronik, ensiklopedia terbitan tahun 2014 ini menyebutkan bahwa Kiai Mahfudz wafat 14 Juli 1944. 

 

"Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, K.H. Machfudz Siddiq meninggal pada 14 Juli 1944. Karenanya, ia belum sempat melihat tanah airnya merdeka," tulis Ensiklopedia NU jilid pertama.

 

Namun, pada bagian entri Mahfudz Shidiq, ensiklopedia itu menyebutkan dia wafat pada 1 Januari 1944. Data yang disebut terakhir ini sesuai dengan kebanyakan data yang memuat tentang biografinya, misalnya buku Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah, terbitan Kalista, situsweb NU Online dan Pesantren Tebuireng.

 

Jadi, kemungkinan besar, dia wafat 1 Januari. Untuk KH Mahfudz Shiddiq, Al-Fatihah…

​​​​​​Penulis: Abdullah Alawi

Editor: Fathoni Ahmad