Fragmen

Ketika Gus Dur Berhasil Bangkitkan Ekonomi Nasional Pasca-Krisis

Sel, 8 September 2020 | 09:45 WIB

Ketika Gus Dur Berhasil Bangkitkan Ekonomi Nasional Pasca-Krisis

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Bangsa Indonesia baru saja memperingati hari lahir almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 7 September 2020. Gus Dur lahir pada 1 September 1940 silam di Jombang, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai pemimpin besar yang memperjuangkan penguatan kebinekaan dan budaya melalui pandangan keagamaan yang inklusif atau terbuka.


Tetapi tidak banyak yang menyoroti Gus Dur dari sisi ekonomi politik. Padahal beliau merupakan sosok yang membongkar hegemoni ekonomi era Orde Baru, di mana ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir orang. Potensi ekonomi dan sumber daya alam juga dikuasai oleh kapitalis-kapitalis asing. Sehingga rakyat Indonesia hanya gigit jaring terkungkung dalam kemelaratan di tengah kekayaan alam.


Gus Dur pernah menegaskan, “Bangsa Indonesia ini kaya, tetapi kenapa kok sekarang rakyatnya jadi paling miskin,” ucap Gus Dur ketika diundang dalam program talkshow Kick Andy edisi 15 November 2007 silam di Metro TV.


Ungkapan Gus Dur tersebut merupakan renungan dari apa yang telah dilakukan ketika menjabat sebagai Presiden RI, yaitu membangun kembali kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia.


Sejak dilantik pada menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 1999, salah satu tugas utama Gus Dur menurut Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017) ialah melakukan pemulihan ekonomi yang hancur di era pemerintahan sebelumnya, yaitu Soeharto dan BJ Habibie.


Rezim Orde Baru terlalu menggantungkan ekonomi kepada mafia-mafia Berkeley yang dianggap tidak mempunyai integritas moral, bahkan bermental antek sehingga mengakibatkan krisis. Bahkan membebani utang pada generasi mendatang. Puncaknya ketika terjadi krisis ekonomi pada 1997-1998.


Gus Dur terlebih dahulu melakukan pembangunan keamanan politik dengan merangkul semua kekuatan politik yang ada. Selain membutuhkan tenaga profesional yang andal, juga diperlukan orang-orang yang berani menghadapi berbagai hambatan nasional (mafia) dan hambatan internasional (IMF dan World Bank).


Walaupun menuai banyak kecaman, kontroversi, dan resistensi politik dengan beberapa kali melakukan reshuffle menteri, Mun’im DZ mencatat bahwa Gus Dur berhasil memulihkan pertumbuhan ekonomi nasional pada angka 4,9 persen. Padahal prediksi awal, Gus Dur hanya akan mampu memulihkan ekonomi nasional pada 2 persen hingga 3 persen saja. Padahal, awalnya Gus Dur menerima warisan pertumbuhan ekonomi minus (-) 3 persen dari BJ Habibie pada September 1999.


Gede Sandra (2017) Peneliti dari Lingkar Survei Perjuangan (LSP) memaparkan bahwa ketika pertumbuhan ekonomi diukur lagi di akhir tahun 1999, hampir 3 bulan tim ekonomi Gus Dur bekerja, pertumbuhan ekonomi sudah di level 0,7 persen (melompat 3,7 persen).


Dalam kurun waktu setahun berikutnya, di tahun 2000 perekonomian Indonesia kembali berhasil tumbuh ke level 4,9 persen (melompat 4,2 persen). Di tahun 2001, meskipun Gus Dur dimakzulkan secara politis oleh parlemen di pertengahan tahun krisis politik tersebut, rata-rata pertumbuhan ekonomi di akhir tahun masih di level 3,6 persen.


Yang istimewa, menurut Gede Sandra, dua kali lompatan growth tersebut dilakukan tim ekonomi Gus Dur dengan sambil mengurangi beban utang. Sebuah kondisi yang pasti sangat sulit dilakukan oleh tim ekonomi kabinet-kabinet setelah atau sebelum Gus Dur. Selama era Gus Dur, tim ekonomi sukses mengurangi beban utang sebesar USD 4,15 miliar.


Selain itu yang juga istimewa, ternyata growth yang terjadi di era Gus Dur sangat berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dibagi dengan adil bagi seluruh masyarakat. Kualitas yang berbeda dari era pasca-Gus Dur yang pertumbuhan ekonominya diikuti dengan memburuknya distribusi pendapatan.


Tercatat koofisien Gini Ratio terendah Indonesia sepanjang 50 tahun terakhir terjadi di akhir era Gus Dur, yaitu sebesar 0,31. Yang terdekat dengan pencapaian ini adalah era Soeharto di tahun 1993, Gini Ratio sebesar 0,32. Bedanya, rezim Soeharto perlu 25 tahun untuk menurunkan Gini Ratio dari 0,37 (1967) ke 0,32 (1993). Gus Dur cuma perlu kurang dari dua tahun untuk turunkan koofisien Gini Ratio dari 0,37 (1999) ke 0,31 (2001).


Pemulihan ekonomi di era Presiden Gus Dur ini dinilai spektakuler. Bahkan dibandingkan dengan beberapa negara yang tidak mengalami krisis seperti Malaysia dan Korea Selatan yang pertumbuhan ekonominya hanya 3,8 persen dan Thailand hanya 3,6 persen. Mun’im DZ mencatat, simpati dunia dan rakyat dengan kepribadian Gus Dur yang sederhana dan serius membuat rakyat bangkit sendiri dan dunia internasional membantu Gus Dur secara moril dan finansial.


Penguatan ekonomi nasional itu dengan sendirinya mampu memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar dan mata uang asing lainnya. Nilai tukar dollar pada zaman BJ Habibie Rp16.000 per dollar. Sedangkan pada zaman Gus Dur bulan Oktober 1999 sempat mencapai penguatan hingga Rp6.500 per dollar dan naik lagi hingga Rp8.500 per dollar dengan posisi stabil.


Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Gus Dur beberapa kali membuat IMF gerah. Karena kebijakan ekonomi Gus Dur sepenuhnya berpihak kepada rakyat dalam rangka membangun kedaulatan ekonomi, bukan bergantung pada kehendak ekonomi IMF yang cenderung menjerat.


Gus Dur saat itu juga menolak desakan IMF untuk mendapatkan kebebasan membuka supermarket tanpa batas. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959 yang digagas NU, Gus Dur menolak desakan IMF dengan tujuan untuk melindungi usaha kecil dan menengah. Perkembangan ini yang oleh para ekonom diistilahkan sebagai sebuah economic miracle (keajaiban ekonomi).


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon