Fragmen

Nyai Khoiriyah Hasyim, Pelopor Pendidikan Pesantren Putri

Sen, 31 Agustus 2020 | 09:03 WIB

Nyai Khoiriyah Hasyim, Pelopor Pendidikan Pesantren Putri

Lukisan Nyai Khoiriyah Hasyim. (Sumber: Tebuireng Online)

Di Dusun Seblak, Kecamatan Diwek, Jombang, terdapat Pesantren Syafi'iyah Salafiyah Seblak, yang letaknya tidak jauh dari Pesantren Tebuireng, hanya sekitar 200 meter arah barat dari pesantren rintisan KH Hasyim Asy'ari itu.


Masyarakat mengenalnya dengan nama Pesantren Seblak sesuai dengan dusun tempat pondok itu berdiri. Pesantren yang usianya lebih dari seabad itu didirikan oleh putri kedua dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yang akrab dikenal bernama Nyai Khoiriyah Hasyim. 


Nyai Khoiriyah Hasyim, termasuk menjadi pelopor pendidikan pesantren putri pada masanya. Perempuan kelahiran tahun 1906 Masehi itu meski tidak pernah mengenyam pendidikan formal tapi semangat  belajar sekaligus menebar ilmu patut dijadikan teladan. 


Nyai Khoiriyah kecil bisa dikatakan belajar secara otodidak. Saat itu belum lazim anak perempuan mendapat prioritas pendidikan layaknya anak laki-laki. Dalam ruang gerak yang terbatas, Nyai Khoiriyah seringkali mencuri dengar dari balik tabir saat ayahnya, Kiai Hasyim Asy'ari mengajar santri-santri di Tebuireng. 


Selain dari belajar sembunyi-sembunyi Nyai Khoiriyah juga menelaah kitab-kitab seperti Tafsir Jalalain, Fathul Muin, Tahrir Asymuni, Jamiul Jawami dan yang lainnya seorang diri baru ketika menemui kesulitan dia langsung bertanya kepada ayahanda tercintanya. Tak heran, meski masih muda Nyai Khoiriyah sudah memiliki wawasan yang luas.


Hingga ketika berumur 13 tahun, tepatnya tahun 1919 Masehi, Nyai Khoiriyah menikah dengan KH Maksum Ali, santri Kiai Hasyim Asy’ari. Kala itu memang sudah menjadi hal yang lumrah perempuan menikah meski umurnya masih belia. 


Usai menikah dan atas desakan Kiai Hasyim, Nyai Khoiriyah beserta suami diminta membangun pesantren khusus putri yang diampu langsung oleh keduanya. Tak butuh waktu lama untuk beradaptasi mengelola pesantren, Nyai Khoiriyah mengawali pendidikan di pesantrennya dengan model halaqah.


Santri-santrinya pun perlahan-lahan bertambah, bahkan saat ini Pesantren Seblak sudah berkembang dengan berbagai lembaga pendidikan dari tingkat ibtidaiyah hingga aliyah dan tidak hanya khusus putri. 


Rintisan awal Pesantren Seblak tak semulus yang dibayangkan. Di tengah jalan, Nyai Khoiriyah mendapat musibah ditinggal partner perjuangan pendidikannya, KH Maksum Ali yang wafat tanggal 24 Ramadhan 1351 Hijriah atau 8 Januari 1933 Masehi. 


Meski ditinggal wafat Sang Suami, Nyai Khoiriyah tetap fokus mandiri mengembangkan lembaga pendidikan yang dirintisnya serta membuat ciri khas pesantrennya dengan pembelajaran Ilmu Falak. Ilmu Falak kala itu memang menjadi pelajaran khusus dan jarang diajarkan di pesantren-pesantren lain, termasuk di Tebuireng. Hingga kini pun Pesantren Seblak dikenal dengan Pondok Pesantren Ilmu Falak.


Setelah sekitar 5 tahun ditinggal wafat KH Maksum Ali, akhirnya Nyai Khoiriyah Hasyim menikah lagi dengan kiai asal Lasem, Rembang yang juga pengajar di Masjidil Haram, KH Muhaimin Zubair. Usai menikah, Nyai Khoiriyah bersama suami pun akhirnya boyong ke Makkah dan menyerahkan kepemimpinan Pesantren Seblak kepada putri dan menantunya, Nyai Abidah Ma'shun dan Kiai Mahfudz Anwar. 


Berpindah tempat, tak lantas membuat Nyai Khoiriyah kehilangan jiwa kependidikannya. Di Makkah pun akhirnya, Nyai Khoiriyah merintis sekolah khusus putri atau madrasah lil banat yang menjadi madrasah perempuan pertama di Makkah masa itu sekitar tahun 1942 Masehi. 


Usaha ini sebagai upaya agar para perempuan bisa menikmati pendidikan setara dengan kaum laki-laki, saat itu ada Madrasah Darul Ulum yang mayoritas muridnya laki-laki. Namun, di tengah perjuangannya, Nyai Khoiriyah kembali ditinggal wafat suami tercintanya sehingga selama bertahun-tahun mengembangkan pendidikan di madrasah lil banat sendiri.


Baru setelah sekitar 18 tahun di sana, Presiden Soekarno yang saat itu ke Makkah mendesak Nyai Khoiriyah untuk pulang ke Indonesia. Keputusan untuk balik ke tanah air pun diambil dan kembali memegang Pesantren Seblak yang sempat diasuh sementara oleh putri dan menantunya tepatnya tahun 1957.


Di bawah asuhan Nyai Khoiriyah, Pesantren Seblak berkembang pesat dengan program-program baru dan modern yang diinisiasi sang pengasuh, mulai revitalisasi menajemen hingga pemberdayaan organisasi santri.


Tidak hanya sebagai pengembang madrasah putri, Nyai Khoiriyah juga aktif menulis di media massa, berorganisasi di Muslimat NU bahkan sempat menduduki Syuriah NU. Kiprahnya terhenti setelah beliau wafat di RSUD Jombang pada Hari Sabtu, 2 Juli 1983 bertepatan tanggal 21 Ramadan 1404 Hijriah dalam usia 73 tahun. Meski sudah wafat, jasa-jasa Nyai Khoiriyah tetap terkenang dengan jejak-jejak pendidikan yang dirintisnya.

 

Penulis: Nidhomatum MR

Editor: Fathoni Ahmad


Disarikan dari berbagai sumber:

1. Buku Jejak Perjuangan Keulamaan Perempuan Indonesia, KUPI, 2017

2. Sejarah Hidup KH A. Wahid Hasjim Bab Keluarga, subbab Istri dan Anak K.Hasjim. Mizan. 2011.

3. Profil PesantrenTebuireng. Cetakan 1. Jombang, Pustaka Tebuireng: 2011.