Diktis

Meraih Cinta Allah melalui Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani

Jum, 2 Agustus 2019 | 04:45 WIB

Meraih Cinta Allah melalui Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani

KH Ahmad Muzakki Syah, pencetus Dzikir Manaqib.

Beribadah adalah cara seorang hamba mengenal Tuhan-Nya. Beribadah juga merupakan bentuk ketaatan sebagai wujud cinta seorang hamba. Bentuk ibadah pun bermacam-macam, tidak terbatas pada shalat saja. Berdzikir mengingat nama Allah dan merenungi kekuasaan-Nya pun, termasuk bagian dari ibadah.
 
Hanya saja, yang membedakan keseluruhan ibadah, adalah berkualitas tidaknya sebuah ibadah tersebut. Bisa sedikit kita ukur dari niat dan tujuan yang hendak dicapai. Seseorang yang beribadah murni hanya kepada Tuhan-Nya, tidak mendambakan balasan apapun dalam ibadahnya selain ganjaran berupa balasan akan rasa cinta dari Tuhan-Nya.
 
Majelis Dzikir Manaqib Syech Abdul Qadir Jailani di bawah bimbingan KH Ahmad Muzakki Syah, adalah salah satu bentuk ibadah melalui majelis dzikir yang berusaha mengantarkan jamaahnya untuk mengenal, akrab, sampai menumbuhkan rasa cinta kepada Allah. Hasil penelitian yang dilakukan Sayyidah Syaikhotin dan Hasyim Asy’ari tahun 2018 dalam meneliti Dzikir Manaqib ini menyebut, antusiasme masyarakat dengan adanya majelis zikir manaqib beliau begitu besar.
 
Penelitian keduanya dilakukan berkat dukungan bantuan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018 berjudul Geneologi Tasawuf Transformatif: Studi Multikasus di Majelis Maiyah Ainun Nadjib dan Majlis Dzikir Manaqib Syech Abdul Qodir Jailani Kyai Muzakki Syah menemukan, kegiatannya berupa pembacaan dzikir dan penyampaian hikmah. Kegiatan ini dilaksanakan setiap malam Jumat terutama malam Jumat Legi. Kegiatan ini kemudian dipopulerkan oleh KH Muzakki Syah melalui kegiatan Dzikir Manaqib.

Dzikir Manaqib digunakan oleh KH Ahmad Muzakki Syah di dalam menyebarkan dakwah islami yang berorientasi pada ritual sufistik untuk menjadikan umat selalu dekat dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya serta mampu menghadapi segala persoalan hidup yang ada. Zikir Manaqib berbentuk asma, tasbih, hamdalah, dan sebagainya maupun selalu ingat pada Allah di saat dia senang dan susah, di kala dia bahagia dan melarat.
 
Apabila umat Islam sudah sangat dekat dan cinta pada Allah maka mereka akan dimudahkan segala urusannya baik persoalan duniawi maupun ukhrawi-nya. Dalam artian, tujuan yang hendak diraih bukan terselesaikannya hajat duniawi melalui dzikir itu, tetapi lebih agar setiap jamaah memiliki kekuatan spiritualitas yang kokoh dan mengenal siapa Tuhan-Nya lebih dekat. Sehingga, setiap sang jamaah tidak mudah risau dan galau ketika masalah kehidupan silih menghadang.
 
Zikir Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani yang dikembangkan Kiai Muzakki bukanlah tarekat sebagaimana umumnya melainkan lebih berbentuk amalan dzikir atau majelis dzikir. Menurut Kiai Muzaki, kendati dirinya sangat menghormati terhadap semua macam tarekat yang ada tetapi ia pribadi tidak mengikuti tarekat-tarekat tersebut. Ia memilih melihat makna tarekat dalam perspektif yang lebih luas.
 
Tarekat Rasulullah menurut pandangan Kiai Muzakki adalah segala sesuatu yang dicontohkan baginda Rasulullah Saw, menyangkut akhlak, keyakinan, cara beribadah, maupun menyangkut karakteristik. Bahkan sampai sifat-sifat dan prinsip hidup yang diterapkan beliau dalam kehidupan sehari-hari.
 
Keluwesan inilah yang mungkin dirasakan para jamaahnya, sehingga kuantitas jamaahnya terus bertambah. Jamaah yang tergabung dalam majelis zikir ini tidak hanya berada di kawasan tempat di mana majelis ini berdiri (Jember dan sekitarnya), namun sudah merambah ke beberapa penjuru dunia. Sebut saja Malaysia, Brunei Darussalam, India, Australia, Mesir, dan Arab Saudi.

Beberapa jamaah menyebut, alasan ketertarikan mereka terhadap Dzikir Manaqib tidak hanya bentuk zikirnya yang mendamaikan ruhani, tetapi juga berasal dari ciri kepemimpinan KH Ahmad Muzakki Syah yang memiliki pengaruh signifikan dalam konstelasi perubahan sosial masyarakat sekitar. Kepiawaian Kiai Muzakki, panggilan akrabnya, dalam bergaul, membuat masyarakat mudah tersentuh hatinya.
 
Warga Gebang Poreng yang mulanya adalah masyarakat yang gemar, berjudi, berzina dan tidak melaksanakan shalat, tidak membuat Kiai Muzakki membatasi diri. Bahkan hampir setiap hari ia bersilaturahim mendatangi mereka door to door, mengundang mereka untuk datang ke mushala yang baru didirikannya untuk sekedar mengobrol agar saling mengenal satu sama lain.
 
Pendekatan persuasifnya ampuh mengajak masyarakat untuk mengikuti dzikir tersebut meski memiliki latar belakang yang beragam. Ia menjelaskan bahwa wujud cinta seorang hamba kepada Tuhannya adalah dengan mencintai makhluk-Nya.
 
 
Penulis: Sufyan
Editor: Kendi Setiawan