Daerah

Tradisi "Ngurisan" di Pondok Pesantren Nurul Haramain

NU Online  ·  Rabu, 18 Juli 2007 | 03:08 WIB

Mataram, NU Online
Tradisi cukuran atau ngurisan terhadap santri atau siswa yang naik ke kelas III Madrasah Aliyah (MA) hingga kini tetap dilakukan pondok pesantren Nurul Haramain, Narmada, Lombok Barat, NTB.

Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain, TGH. Mahally Fikri di Mataram, Minggu mengatakan, ngurisan tersebut dilakukan oleh tokoh dan pemuka agama serta wali murid dengan tujuan memohon doa agar mudah dalam menghadapi pelajaran di kelas baru, sementara jumlah santri yang dikuris tahun ini sekitar 80 orang.

<>

Ketika melakukan cukuran diiringi dengan pembacaan selakaran dan selawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagaimana layaknya cukuran bagi bayi yang dilakukan pada bulan Maulid.

Dia menjelaskan, tradisi lain yang diterapkan di Ponpes Nurul Haramain mulai tahun 2007/2008 dalam penerimaan siwa baru adalah   seluruh siswa dan orang tua siswa bersilaturrahmi dengan pimpinan pondok.

Silaturrahmi siswa baru dan wali murid tersebut dipusatkan di tempat kediaman pimpinan pondok secara bergantian mulai dari pagi hingga magrib atau berlangsung sehari suntuk. para calon santri diingatkan, bahwa mondok artinya diam yang berarti para santri harus tinggal di pondok untuk belajar sekaligus melatih diri untuk mandiri.

"Sementara orang tua tidak boleh khawatir bahwa anaknya tidak dapat makan dipondok, sebab selama 16 tahun menerima santri hingga kini belum ada santri yang kelaparan apalagi menderita busung lapar," katanya.

Minat masyarakat NTB untuk masuk sekolah agama masih cukup tinggi, baik di Kota Mataram maupun di pondok-pondok pesantren yang ada di daerah itu.

Sebagai contoh di Pondok Pesantren Nurul Haramain, Narmada, Lombok Barat, ratusan orangtua terlihat mengantarkan anak-anaknya untuk sekolah baik di Madrasah Tsanawiyah maupun Aliyah.

Panitia penerimaan siswa atau santri Ponpes Nurul Haramain, M. Fauzan mengatakan, jumlah santri yang mendaftar lebih dari 300 orang, sementara daya tampung hanya 150 orang.

Dari jumlah calon santri tersebut sebagian besar berasal dari tamatan Sekolah Dasar (SD) untuk madrasah Tsanawiyah sedangkan Aliyah kebanyakan dari tamatan Tsanawiyah.

Dengan demikian pihak panitia terpaksa melakukan tes sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, para santri tersebut datang dari berbagai daerah seperti Kota Mataram, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Pulau Sumbawa.

Dia menjelaskan, Ponpes Nurul Haramain menerapkan sistim kos atau para santri diasramakan, para santri empat kali seminggu diwajibkan berbahasa Arab dan Inggris di lingkungan asrama.

"Bagi santri yang kedapatan tidak berbahasa Arab atau Inggris pada hari yang telah ditentukan diberikan sanksi," katanya. (ant/par)