Daerah

Tradisi Meugang di Aceh Jelang Ramadhan: Ekonomi Hidup hingga Silaturahim Warga

Sab, 9 Maret 2024 | 11:30 WIB

Tradisi Meugang di Aceh Jelang Ramadhan: Ekonomi Hidup hingga Silaturahim Warga

Masyarakat kota Banda Aceh antusias mengantre saat membeli daging di jalan T. Iskandar, Sabtu 9 Maret 2024. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)

Banda Aceh, NU Online

Setiap daerah pasti memiliki cara tersendiri saat menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, tak terkecuali Aceh. Kota yang dijuluki Negeri Serambi Mekkah ini memiliki budaya unik yang sudah dijalankan secara turun-temurun, yakni tradisi Meugang atau acap dikenal juga sebagai Makmeugang. 


Meugang merupakan tradisi turun-temurun yang dipraktikkan masyarakat Aceh dalam menyambut bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Tradisi ini identik dengan pemotongan hewan ternak, seperti sapi, kerbau, dan kambing, kemudian dimasak dan dinikmati bersama keluarga, kerabat, dan tetangga.


Menurut sejarah yang beredar di kalangan masyarakat Aceh, asal mula tradisi Meugang terikat erat dengan sejarah Kesultanan Aceh Darussalam. Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh, tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas kemakmuran dan rezeki yang berlimpah. Sultan memerintahkan rakyatnya untuk menyembelih hewan ternak dan membagikan dagingnya kepada rakyat jelata.


Tak hanya dikaitkan erat dengan religi, tradisi satu ini juga sebagai bentuk saling membantu ekonomi para pedagang, baik itu pedagang daging maupun pedagang bumbu. Mereka biasanya mendirikan pasar dadakan di pinggir-pinggir kota dan ada juga di pasar tradisional.


Seperti halnya di Banda Aceh, tepatnya di desa Beurawe Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. Para pedagang mendirikan pasar daging dadakan di sepanjang Jalan T. Iskandar. Pada hari biasa jalanan ini hanya digunakan untuk melintas saja menuju Kota Banda Aceh atau ke arah Batoh dan Lung Bata. Meski kadang-kadang juga ditemukan satu atau dua pedagang yang rutin menjual daging segar.


Namun, berbeda cerita saat tradisi Meugang, jalan T. Iskandar itu disulap oleh para pedagang asal Banda Aceh dan Aceh Besar itu, tertata rapi berjejer puluhan meja kayu. Sedari subuh lapak-lapak berukuran dua meter berbahan kayu berdiri berjejer di pinggir jalan. Bahkan jalan T. Iskandar tersebut kerap menjadi pasar hewan dadakan saat menjelang hari meugang puasa, idul fitri hingga idul adha. 


Irwan, pria berusia 42 tahun, salah seorang pedagang daging saat hari Meugang di pasar daging jalan T. Iskandar. Kepada NU Online, Sabtu 9 Maret 2024, Irwan mengatakan H-2 Ramadhan harga daging mencapai Rp170.000 per kg sedangkan kemarin masyarakat masih bisa mendapatkan dengan harga Rp160.000 per kg.


"Kalau sudah dekat dengan hari H meugang biasanya daging semakin mahal, kecuali kalau ada yang beli sudah sore harga ada diskonnya lagi," kata Irwan yang mengaku saban tahun menjajakan daging saat menjelang Meugang di pasar daging dadakan itu. 


Ia menyebutkan hingga Sabtu (9/3/2024) pagi sudah empat sapi yang disembelih dan dijual seharga Rp170 ribu. Sedangkan harga sapi per ekor sapi bervariasi, ada yang Rp17 juta dan Rp18 juta, yang dibeli d pasar hewan Sibreh. 

 
Salah seorang penjual daging di jalan T. Iskandar, kota Banda Aceh, Sabtu (9/3/2024) saat meramaikan Tradisi Meugang jelang ramadhan. (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
 

Sementara itu, Nurmala salah seorang pembeli di pasar daging tersebut mengungkapkan kebahagiaanya di hari meugang pertama tersebut saat berbelanja daging untuk disantap bersama keluarga. 


"Berbelanja daging di hari meugang satu kebahagiaan buat saya, karena waktu hari ini biasanya hampir seluruh masyarakat Banda Aceh keluar dan berbelanja daging. Jadi ada suasana yang berbeda," kata Nurmala. 


Nurmala menerangkan, meski harga daging yang ditawarkan pada hari tersebut terbilang lebih mahal pada hari biasa, namun ia tidak mempermasalahkannya karena nuansa yang didapatkan berbanding jauh juga dengan hari biasanya. 


Sebab baginya meugang memiliki arti sendiri. Selain tradisi berbelanja daging dan makan bersama keluarga, tradisi yang sudah ia jalankan turun temurun ini Meugang di Aceh juga menjadi hari silahturahim. 


"Kebiasaan keluarga kami di hari Meugang juga dijadikan sebagai hari kenduri atau sering disebut doa arwah. Dan juga berdoa untuk bulan puasa yang dilalui lancar selama sebulan penuh," tutupnya.