Daerah

Tradisi Maulid Nabi di Madura: Berlangsung Sebulan Penuh dari Rumah ke Rumah

Kam, 28 September 2023 | 17:15 WIB

Tradisi Maulid Nabi di Madura: Berlangsung Sebulan Penuh dari Rumah ke Rumah

Ilustrasi meriahnya perayaan maulid Nabi di Madura. (Foto: Dok. Sinergi Madura)

Sumenep, NU Online

Di bulan Rabiul Awal, seluruh umat Islam di penjuru dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw dengan ragam bentuk. Di Madura, Jawa Timur, terdapat tradisi unik yang mendorong anak-anak berbondong-bondong hadir di acara maulid.


Peringatan maulid Nabi di Madura dirayakan sebulan penuh dan dilaksanakan secara bergantian dari rumah ke rumah. Dimulai sejak pagi hingga malam hari, rumah-rumah warga ramai dengan lantunan bacaan shalawat nabi, baik diba'i, barzanji, simthud durar, dan lainnya.


Bagi warga yang ada di perantauan atau mengais rezeki di luar pulau Madura, mereka pulang kampung. Tak lain ingin berkumpul dengan sanak famili guna merayakan kelahiran nabi bersama alim ulama dan masyarakat sekitar.


Tak heran, saat pulang kampung, banyak oleh-oleh yang dibawa pulang, seperti buah-buahan, makanan ringan, hasil bumi, lauk pauk, hingga menyediakan salabhat yang banyak (uang untuk disedekahkan).


Kepala Desa Pragaan Laok, Pragaan, Sumenep, H Imam Mahdi menyatakan, puncak perayaan maulid nabi ada pada tanggal 12 Rabiul Awal. Sebelum azan maghrib dikumandangkan, banyak warga berdatangan ke masjid atau mushala membawa aneka macam buah, makanan, minuman, kue, lauk pauk, berasa dan sejenisnya. Seluruh makanan itu disatukan untuk didoakan di malam hari.


"Malam puncak peringatan maulid nabi, warga menyebutnya Mulot Aghung. Seluruh warga berkumpul di masjid atau pun mushala untuk merayakannya dengan bershalawat dan berdoa. Setelah doa dibacakan oleh kiai, seluruh jamaah (tua dan muda) menyantap hidangan makanan di luar masjid, bahkan ada yang berebutan atau memilih makanan yang paling lezat," ujarnya kepada NU Online di balai desa setempat.


Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto, Sumenep Kiai Zamzami Sabiq Hamid mengutarakan, tradisi berebut buah-buahan, uang, dan minyak wangi oleh anak-anak, sebenarnya ada kepercayaan dalam diri mereka.


Warga Madura meyakini bahwa buah-buahan yang disuguhkan dalam acara maulid mengandung keberkahan. Ini yang akhirnya memunculkan perilaku untuk memperebutkannya yang pada hakikatnya memperebutkan keberkahan yang ada.


"Kami menyebutnya lebarannya anak-anak yang sedang berlibur maulid. Mereka berebutan duduk paling depan karena mereka yakin makanan yang telah didoakan mendatangkan keberkahan," ucapnya, Kamis (28/9/2023).


Berikut penjelasan Kiai Zamzami tentang tradisi maulid nabi yang diartikan sebagai ekspresi syukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda oleh Nahdliyin di Madura.


1. Berebut buah-buahan

Menyajikan buah-buahan bagian dari bentuk ungkapan mensyukuri hasil bumi. Setelah dibacakan shalawat dan doa barulah buah-buahan diperebutkan oleh para jamaah yang hadir, khususnya anak-anak. Ini dilakukan karena ada kepercayaan yang sudah tertanam dalam diri mereka bahwa ada keberkahan yang bisa mereka dapatkan melalui buah-buahan yang sudah dibacakan doa dan shalawat. 


"Hal inilah yang memunculkan perilaku mereka berebut. Hakikatnya yang diperebutkan adalah keberkahan dan itu mereka yakini dengan sungguh," terang Zamzami.


Namun selain itu, kata dia, ada perilaku kolektif dari orang lain di sekitarnya yang juga memicu anak-anak yang akhirnya berebut buah. Hal ini juga semakin mengakar dengan tradisi yang sudah ada sejak dulu atau turun temurun. 


2. Berebut uang

Warga meyakini bahwa uang kertas atau koin yang dibacakan shalawat dan doa mendatangkan keberkahan, bahkan dijauhi dari kemiskinan.


Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI) PCNU Sumenep itu menjelaskan, berkah bisa diartikan ziyadatul khair atau tambahan kebaikan. Ini yang mereka cari sehingga hadir ke acara maulid selain tentu mereka mengharap syafaat Rasulullah Saw.


"Tambahan kebaikan ini bisa berupa buah, kue, berkat atau bahkan uang. Ini yang nyata dan tampak sehingga membuat mereka berebut hal-hal yang tampak ini, apalagi uang yang memang bisa dibuat sebagai alat tukar atau alat untuk membeli sesuatu," ungkapnya.


3. Berebut wangi-wangian

Jika ditarik dalam konteks kultur Nusantara, benda yang harum disukai malaikat. Bahkan tubuh nabi mengeluarkan wewangian. Oleh karenanya, di setiap perayaan maulid nabi, tuan rumah menyediakan minyak wangi, kadang pula bunga.


Zamzami yang juga diamanahi sebagai Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep ini menjelaskan, secara lahiriah semua orang menyukai wangi-wangian yang akan menentukan mood seseorang secara psikologis. 


"Saat acara maulid, anak-anak cenderung minta tambah wangi-wangian, karena mereka menyukai wangi-wangian tersebut. Ditambah ada semacam kepuasan batin jika ia bisa mendapatkan wangi-wangian tersebut secara berlebihan," tandas dia.