Jombang, NU Online
Padepokan Tahfidzul Qur'an Ibnu Rusydi, berada di Desa Nglaban, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang memiliki santri yang berasal dari latar belakang yang beranekaragam. Mereka di antaranya mantan preman, pemabuk, juga sebagian yang masih mengalami gangguan jiwa.
Puluhan santri dididik Kiai Agus Ma'arif dan beberapa ustadz yang ikut serta membagi ilmunya kepada mereka. Salah satu indikator pendidikan yang menjadi prioritas di padepokan ini adalah mencetak para penghafal Al-Qur'an dengan sempurna dan menanamkan pentingnya sikap setara serta bersosial yang baik antar sesama.
Upaya mencapai indikator tersebut didukung dengan beberapa sisitem yang diterapkan. Misalnya para santri diwajibkan ngaji atau setoran hafalan Qur'an pada waktu-waktu yang sudah dijadwalkan, juga shalat berjamaah bersama.
Pengasuh Padepokan, Mbah Jambrong, sapaan akrab Kiai Agus Ma'arif menjelaskan bahwa kewajiban shalat berjama'ah sudah menjadi kewajiban mutlak di setiap pesantren nusantara ini. Selian karena ingin meraih derajat yang lebih tinggi, upaya itu dilakukan sebagai penyadaran kepada para santri pentingnya kebersamaan didalam menyelesaikan persoalan, kesetaraan dan tanggung jawab.
"Selain mendapatkan pahala yang berlipat ganda kita disadarkan kembali bahwa hidup ini penting bersama dengan orang lain, selain itu kesetaraan antara satu sama lain, karena disini santri bermacam-macam sehingga ketika sholat bersama mereka semua sama rata, sama menghadap kepada Allah," katanya, Sabtu (21/5).
Di samping itu, juga disokong sistem padepokan yang tidak memungut biaya masing-masing santri. Baik uang makan, gedung, listrik dan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Bahkan tidak jarang Mbah Jambrong memberi uang saku kepada para santri yang masih sekolah dan kuliah.
Dalam hal ini, lelaki yang berambut panjang sebahu itu berupaya mengajarkan santri untuk hidup dermawan. Selain itu, juga memberi kesempatan kepada semua santri untuk lebih fokus dalam mencapai sejumlah indikator dan aturan-aturan padepokan yang ditentukan.
"Kami memang tidak memungut biaya sepeserpun kepada mereka, kami anggap mereka anak-anak kami sendiri, kami ingin mengajarkan mereka menjadi orang dermawan, orang yang suka bershodaqoh, baik shodaqoh dengan harta, atau shodaqoh dengan tenaga yang mereka punya," jelasnya.
Padepokan yang terletak di sebalah timur Kantor Pos Cukir itu berdiri sejak tanggal 10 Oktober 2011 lalu. Di padepokan ini santri diwajibkan berdoa tiga hal, yakni menjadi orang kaya, menjadi ulama dan menjadi pejabat yang barokah.
"Sejak awal berdirinya pesantren ini, kami menerapkan tiga kewajiban, diantaranya mengaji Al-Qur'an, karena Al-Qur'an selain memang sebagai pedoman hidup kita dalam berhubungan dengan orang lain (hablum minannas), berhubungan dengan alam sekitar (hablum minal alam), berhubungan denga Allah (Hamblum minallah), Al-Qur'an juga sebagai obat dari segala macam penyakit," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Zunus)