Daerah

Syawalan di Pekalongan, Warga Hadirkan Dua Lopis Raksasa

NU Online  ·  Selasa, 11 Juni 2019 | 15:00 WIB

Syawalan di Pekalongan, Warga Hadirkan Dua Lopis Raksasa

Lopis raksasa di syawalan Pekalongan, Jateng

Pekalongan, NU Online
Suasana di wilayah Kelurahan Krapyak, Pekalongan Utara, Kota Pekalongan pusat kegiatan syawalan di Kota Pekalongan sudah mulai semarak. 

Kanan kiri sepanjang Jalan Jlamprang, mulai dipenuhi pedagang yang menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Lalu lalang dan kesibukan masyarakat juga mulai tampak ramai. Mereka bersiap menyambut gelaran tradisi syawalan yang jatuh pada Rabu (12/6).

Prosesi pemotongan lopis raksasa akan dilakukan dalam momentum tradisi syawalan, Rabu (12/6). Salah satu ikon syawalan di Krapyak yang selalu menyedot perhatian masyarakat, yakni lopis raksasa, juga telah siap tersaji. 

Diangkat sejak Ahad (9/6) malam, lopis sudah dipajang di sudut panggung halaman Mushola Darunnaim, Krapyak Sumbawan gang 8. Sesekali satu dua orang numpang berfoto di depan lopis dengan tinggi 200 sentimeter dan berat 1.600 kilogram tersebut.
 
Tahun ini, panitia lopis raksasa memang berhasil menambah ukuran lopis. Untuk berat, sukses dinaikkan 300 kilogram dari berat lopis tahun sebelumnya. Begitu pula tinggi lopis yang berhasil ditambah 20 sentimeter dari ukuran sebelumnya. Untuk bulat lopis, tercatat masih tetap sama yakni 250 sentimeter.

Koordinator Panitia Lopis Raksasa Krapyak gang 8, Muhammad Fachrudin mengatakan, tahun ini panitia memang menambah jumlah bahan baku pembuatan lopis sehingga berdampak pada bertambahnya ukuran lopis raksasa. “Bahan bakunya yakni beras ketan, ditambah dari 3,7 kwintal pada tahun lalu menjadi 5 kwintal pada tahun ini. Alhamdulillah ukurannya juga bisa bertambah,” tuturnya Senin (10/6).

Menambah ukuran lopis, memang bukan perkara gambang. Fachrudin menjelaskan, secara teknis bertambah tidaknya ukuran lopis selain dipengaruhi jumlah bahan baku juga dipengaruhi oleh proses pembuatan. Dia menyatakan, panitia memang selalu berupaya menambah ukuran lopis setiap tahunnya namun belum tentu berhasil.

“Proses memasak lopis raksasa ini juga berpengaruh pada hasil akhir ukuran lopis. Yang paling sulit adalah menjaga api untuk memasak agar nyalanya stabil. Nyala api yang tidak stabil, berpengaruh pada tingkat kepadatan lopis yang akhirnya juga berpengaruh pada ukuran lopis,” jelas Fachrudin.

Dia melanjutkan, butuh tiga hari tiga malam untuk memasak lopis raksasa. Hari pertama, Jumat (7/6), proses pembuatan diawali dengan penanakan beras ketan, kemudian dilanjutkan merangkai daun pisang dan bambu, menumbuk beras ketan yang sudah setengah matang, hingga memasukkannya ke wadah setahap demi setahap. Rangkaian proses tersebut membutuhkan waktu 10 jam.

Jumat malam, lopis raksasa sudah masuk ke dandang raksasa dan siap direbus. Setelah direbus seharian penuh, lopis kemudian dibalik dan dimasak kembali pada Sabtu (8/6) malam. Hingga akhirnya pada Ahad (9/6) malam lopis raksasa berhasil diangkat. 

“Sempat ada kendala rob di mana akhir-akhir ini rob di Krapyak bertambah parah. Tapi Alhamdulillah tidak mengganggu karena rob baru datang saat proses pemasakan sudah tahap akhir dan tinggal diangkat,” ungkapnya.

Mengenai ancaman rob yang dapat mengganggu proses pemotongan lopis raksasa, dia menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman rob datang mulai siang atau sore hari. Sedangkan proses pelaksanaan pemotongan lopis raksasa digelar pagi hari. “Jadi Insyaallah tidak akan berpengaruh khusus untuk kegiatan pemotongan lopis. Semoga rob tidak kembali naik,” harapnya.

Selain di Krapyak Sumbawan gang 8, lopis raksasa juga dibuat oleh masyarakat Krapyak Lor gang 1. Tahun ini, lopis raksasa di lokasi tersebut dibuat dengan jumlah bahan baku yang sama yakni 5 kwintal.

Rencananya, Walikota bersama Wakil Walikota dan Forkompinda akan melakukan prosesi pemotongan secara simbolis lopis raksasa di dua lokasi tersebut. 

Menurut  aktivis Ansor Ranting Krapyak, Ustadz Adi Sujadi, yang menjadi khas dalam tradisi syawalan di Krapyak Pekalongan adalah disajikannya makanan berupa lopis, semacam kudapan yang terbuat dari ketan. 

Mengapa yang dibuat pada waktu syawalan adalah lopis bukan ketupat, hal ini sebagai tanda yang membedakan antara tanggal 1 Syawal dengan 8 Syawal. "Kalau tanggal 1 Syawal ya tentu sebagian besar orang akan memasak ketupat. Nah sebagai pembeda maka masyarakat Krapyak membuat lopis," ungkapnya.

Lalu mengapa dulu Kiai Abdullah Sirodj memilih lopis sebagai simbol dalam acara syawalan ini? Menurut Kiai Haji Zainudin Ismail, tokoh masyarakat Krapyak, lopis yang terbuat dari bahan dasar beras ketan memiliki daya rekat yang kuat, sehingga makanan ini diibaratkan sebagai lambang persatuan warga.

"Dulu waktu Presiden Bung Karno datang dalam rapat Akbar di lapangan Kebon Rodjo tahun 1950, beliau berpesan agar rakyat Pekalongan bersatu seperti lopis, sehingga kemudian setiap syawalan kita selalu memotong lopis," pungkasnya. (Muiz)